Saturday, August 8, 2009

Islam Agama Terorisme?


Salah Penafsiran Ajaran Berujung Terorisme
Teror bom yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini menimbulkan stereotype Islam agama teroris. Konsep jihad dimakanai sebagai terorisme itu sendiri. Ini adalah akibat penafsiran ajaran Islam yang dangkal.
Pengeboman bahkan dianggap sebagai jalan menuju surga. Sehingga, pelakunya dengan yakin dan tenang melakukan hal tersebut.

Hal ini diungkapkan Aan Rukmana, dosen filsafat Universitas Paramadina Jakarta Selasa (28/7). Ia menyatakan stereotyping ini terjadi karena penafsiran yang dangkal atas ajaran Islam baik oleh pelaku maupun para analis. Seharusnya, sudut pandang harus diperluas sehingga tidak sembarangan melakukan stereotyping. “Bila kita melihat dunia luar, maka pelaku bom itu ya bukan orang Islam saja. Masalahnya, ketika mereka (orang non Islam, penl) melakukan pengeboman, stereotype tidak dilakukan”, ujar lulusan S2 Universitas Paramadina ini.

Di Jepang, ada Sekte Aum yang juga melakukan teror dengan melakukan pembunuhan massal di kereta bawah tanah. Sementara, di Amerika serikat, negara yang menyeru-serukan perlawanan terhadap terorisme, terdapat sebuah serupa bernama Branch Davidian. Kelompok ini pun juga sering melakukan tindakan ekstrim dengan mati bersama dengan minum racun bersama. Lalu mengapa mereka tidak serang dengan tuduhan terorisme sebagaimana Islam?

Ada Politisasi Agama dan Peristiwa
Menurut Aan, hal ini disebabkan adanya politisasi baik agama ataupun peristiwanya. Politisasi agama dilakukan oleh pelaku bom itu dengan menafsiran Kitab Suci dengan dangkal dan melenceng. “Jihad itu bukan untuk menakuti orang lain, apalagi anak kecil dan wanita. Penyerangan bom itu bukan jihad. Bahkan dalam ajaran Islam, orang yang berlindung di rumah ibadah apapun itu haram untuk diusik apalagi dibunuh. Bagaimana mungkin hal itu bias disebut jihad?” kata Aan.

Hal yang senada diungkapkan KH Ma’ruf amin, ketua MUI, saat diwawancarai Kompas.com (22/7). Beliau menyatakan bahwa terdapat distorsi pemahaman ajaran Islam. “Jadi sebenarnya ada distorsi pemahaman tentang ajaran Islam, pelaku peledakan bom tersebut menganggap bahwa perbuatannya merupakan jihad," ujarnya.

Sementara, politisasi peristiwa dilakukan para analis yang melakuakan generalisasi salah kaprah. Hanya karena beberpa peristiwa, Islam langsung dituduh menyebarkan ajaran terorime. Salah satu buktinya adalah video berjudul Fitna yang sempat menghebohkan dunia. Bahkan, salah satu isinya menyatakan bahwa Al-Quran adalah pemberi lisensi terhadap pembunuhan kepada non muslim (killing licence).

Miskin Bukan Penyebab
Beberapa ahli menyatakan bahwa salah satu sumber penyebab trorisme di Indonesia adalah kemiskinan. Namun, pernyataan ini kurang disetujui oleh Aan. Kemiskinan tidak akan mendorong orang unutk mau bunuh diri. yang menjadi maslah utama adalah perihal eskatologis yang menyangkut paham bunuh diri masuk surga.

Sekali lagi ini kembali kepada penafsiran yang salah terhadap ajaran agama. Agama yang seharusnya prokemanusiaan, ditafsirkan dangkal sehingga menjadi agama penyebar ketakutan atau teror.

Jalan Keluar
Menurut Aan, Islam sekarang ini harus dikembalikan kepada fungsi aslinya yakni rahmatal lilalamin (agama untuk keselamatan seluruh alam). Maksudnya, Islam yang tidak memisah-misahkan, baik orang jahat maupun baik, baik yang Islam maupun non muslim. Kalau memang butuh perlindungan, melindungi mereka adalah hal yang paling tepat. “Umat Islam seharusnya meniru matahari yang selalu bercahaya untuk alam semesta ini tanpa harus membeda-bedakan siapa yang harus mendapat cahaya atau yang tidak”, tukasnya.

Sementara itu, KH Ma’ruf Amin menyatakan bahwa terosrisme bisa ditangkal dengan dua hal. Petama dari aspek perlindungan, yakni peran pihak keamanan negeri ini harus ditingkatkan. Ruang gerak kelompok-kelompok teroris harus dipersempit bahkan dihilangkan. Kedua dari aspek pemahaman. Hal ini senada dengan yang disampaikan Aan, yakni mengenai pemahaman ajaran agama Islam sendiri. "Pemahaman radikalisme itu harus dibuang karena itu salah," katanya.