Friday, December 20, 2013

"Tai Kucing"-lah Hidup Sehat (Hidup Sehat Tak Perlu Mahal) ...

ilustrasi (buysafegenerics.com)

Kalau lihat kampanye hidup sehat di tipi-tipi, sepertinya hidup sehat itu mahal sekali. Seringkali makanan yang ditampilkan tak terjangkau harganya bagi yang belum dan kurang mampu menjangkau. Bagaimana tidak, kampanyenya kita makan-makanan seperti yogurt, susu bebas lemak, salad, daging-dagingan dan kacang-kacangan yang biasanya kurang terjangkau. Itu soal makanannya.

Soal program olahraganya beda lagi. Kita harus ikut program ini dan itu yang tak jarang perlu merogoh kocek lebih. Belum lagi sekarang banyak orang berbondong-bondong ke wellness center atau fitness center yang bagi kebanyakan orang Indonesia tentu tidak terjangkau.

Seorang kawanku ketika melihat kampanye hidup sehat di sebuah tv langsung menyerocos, “Halah, tai kucing-lah hidup sehat. Itu mah buat orang kaya doank!”

Aku sejenak berpikir, apa memang begitu susah hidup sehat? Kalau melihat tayangan ajakan hidup sehat di acara-acara berita atau semacamnya, memang rasanya ingin bilang juga, “Bullcrap deh itu semua! Yang ada malah tekor bandar…”

Belum lagi program ini dan itu yang dianjurkan untuk memiliki trainer yang tak murah untuk menggajinya. Menggaji diri sendiri saja susah, mana mungkin menggaji orang lain? Tai kucing lah pokoknya, kata kawanku.

Hormatku dan Selamat Jalan pada Mandela

Nelson Mandela (the guardian)

Hari Kamis malam awal Desember lalu (5/12) dunia berduka. Dunia telah kehilangan Nelson Mandela yang telah menjadi tokoh penghapusan politik rasisme di dunia ini. Jasa-jasanya tentu tak banyak menyentuh bagian dunia lain kecuali Afrika dan spesifiknya Afrika Selatan.

Namun, keberaniannya kemudian menjadi inspirasi bagi sebagian besar manusia di muka bumi ini untuk terus menghargai persamaan dalam perbedaan. Mandela menghapuskan apharteid di Afsel, tapi sejatinya hisupnya telah menjadi inspirasi untuk upaya-upaya menghapuskan segala bentuk diskriminasi yang ada di muka bumi ini, dan Afsel adalah contohnya.

Mengenang Madiba, panggilan akrab Mandela, aku teringat sebuah film berjudul Invictus yang sudah dua kali aku tonton.

Film sebenarnya bukan fokus pada bagaimana Mandela berdemo lalu dipenjara dan kemudian menjadi presiden ‘anti-diskriminasi’ pertama di sana. Film ini focus pada bagaimana Mandela mempertahankan tim rugby Springbok yang bisa dikata dibenci 90 persen umat Afsel.

Tuesday, November 26, 2013

Antara Uang Receh di Indonesia dan di Amerika

Uang 'receh' 200 perak (uang-kuno.com)

Pada saat suatu kali berangkat kerja, di bus kusaksikan seorang pengamen yang membawa alat music pukul beraksi. Ia nyanyikan lagu-agu shalawatan yang aku sudah familiar. Suaranya sumbang sana sini (Bukan berarti aku bisa bernyanyi, tapi aku tahu mana suara dan nyanyian yang menarik atau tidak secara umum).

Selesai ia bernyanyi, ia balik alat musikya, dan berkeliling ke tiap penumpang. Sebagian memberi sebagian tidak. Aku pada sebagian kedua. Jujur saja, nyanyiannya kurang bagus, jadi agak malas memberi tip.

Aku perhatikan ada seorang mbak-mbak kasih pengamen itu sebuah coin. Aku tak perhatikan coin apa dan berapa nominalnya. Lagipula buat apa juga mikirin itu.

Tapi momen yang mengagetkan terjadi ketika si pengamin turun dari bus. Sesegera it turun, terdengar suara “klincing…”

Tuesday, November 19, 2013

Konsekuensi Negatif Apa Positif?

Halaman depan kosanku
Sepagi tadi rasanya mata pedih. Soalnya bukan apa-apa, seketika aku membuka pintu kosan, bukannya kesejukan atau keramahan pagi yang menyapa, tapi sampah bekas ranting dan dedaunan pohon belimbing. Tinggi dan rindangnya pohon ini, ternyata bikin juga banyak sampah, apalagi musim hujan begini.

Aku sedikit diam. Ini sampah semua mau diapakan?

Akhinya aku putuskan untuk mengambil sapu dan sedikit demi sedikit, halaman depan kosan nampak bersih kembali. Sejenak duduk, aku senang melihat suasana kembali bersih. Tapi kemudian aku berpikir, pohon yang rindang ini rupanya punya sebuah dampak negatif: sampah ranting dan dedaunan yang banyak.

Aku kemudian terus berpikir. Apa ini benar-benar konsekuensi negatif?

Tuesday, October 22, 2013

Tukang Parkir di Indonesia Itu Bikin Orang Korupsi

ilustrasi

Aku tak bilang bahwa pekerjaan sebagai tukang parkir itu buruk. Semua pekerjaan, asal resmi dan jelas (tentu mencuri dan menjadi mafia bukanlah pekerjaan resmi dan jelas) pasti memberikan kebaikan. Menjadi tukang parkir pun memberikan kebaikan: tata kendaraan yang baik, paling tidak.

Tapi mengapa tukang parkir bisa buat orang lain berbuat gila seperti korupsi? Di Indonesia ini tukang parkir ada yang resmi dan tak resmi. Tak akan aku bahas perbedaan antara keduanya karena menyangkut perundang-undangan dan peraturan terkait yang aku sendiri pusing membacanya.

Tapi yang sama adalah orangnya. Parkiran dijaga oleh tukang-tukang parkir yang tentu manusia. Nah, yang menjadi awal masalah dari mengapa tukang parkir bisa buat orang korupsi adalah sikap mereka yang sering kali tak adil.

Kejadiannya adalah pada umumnya ketika kau akan memarkir mobil pada sebuah, katakanlah, restoran, maka si tukang parkir akan mengarahkan spot mana yang cukup untuk mobilmu.

Thursday, October 17, 2013

Karena SBY Lebay, Siapa Pemimpin Indonesia Sebenarnya?

(Sumber: JusufKalla.info)
Tentu kalau kau bertanya siapa pemimpin tertinggi negara ini, jawabannya pasti presiden. Dan, saat ini yang jadi presiden adalah Pak SBY. Tapi apakah benar dia adalah pemimpin utama? Apakah SBY adalah penentu utama keputusan-keputusan negeri ini?

Kalau melihat reaksi SBY yang baru-baru tentang isu Bunda Putri kurasa lebay sekali. Bagaimana tidak lebay, banyak kasus yang seharusnya dia serius menanggapi, ia malah keluar dengan gaya lamanya: Saya instruksikan, saya himbau, dan saya prihatin.

Negara impor bahan-bahan pangan, tanggapan si SBY hanya, "Saya instruksikan ini dan itu..." Soal korupsi di pemerintahan, jawabnya "Saya himbau..."

Tentu ini terlihat tidak fair karena sudah seharusnya presiden tak boleh terlihat reaktif di depan media dan kerja keras di belakang layar. Tapi kalau kau lihat tanggapannya soal Bunda Putri, lebay tingkat dewa sekali menurutku dia itu!

Ke-lebay-an SBY ini tentu membuat banyak orang merasa gregetan dengan satu orang ini. Itu sebenarnya menunjukkan kalau dia sebenarnya terlibat dalam kasus itu, bukan begitu?

Jadi, kalau Si SBY sibuk menciptakan lagu, berprihatin, menginstruksi dan menghimbau, siapa yang menentukan arah negeri ini sebenarnya?

Tuesday, October 15, 2013

Agama Orang Amerika?

Seorang bayi dibawa menonton pertandingan Football
Kali ini aku tak akan bicara banyak soal keyakinan. Meski judul tulisan ini berbau agama, sebisanya akan kubuat ini menarik, tak memusingkan, tak ada urusannya dengan liberalism dan konservatisme.

Baiklah, ini akan aku mulai dengan apa sebenarnya kegiatan rutin yang dilakukan oleh orang amerika secara umum. Tanpa melihat latar belakang ras, agama, dan suku, orang amerika rata-rata adalah penggila olahraga. Dan, yang aku maksud dengan penggila adalah mereka benar-benar gila dengan olahraga.

Tiap minggu, keluarga-keluarga amerika secara umum meluangkan waktunya untuk menonton pertandingan olahraga. Baik menonton di rumah maupun di stadion, mereka tak jarang akan bersama-sama anggota keluarganya.

Tak jarang kau akan lihat bayi-bayi, anak kecil, orang tua, laki-laki perempuan menyaksikan pertandingan olahraga. Mereka dengan bangga mengenakan jersey tim kesayangan masing-masing.

Sunday, October 13, 2013

Ayo Lihat Nutrition Facts-nya

Kita bahkan bisa cek gizi cherry di internet
Beberapa waktu lalu aku membeli kopi sachet (Jawa: rentengan) di sebuah mini market. Maklum, aku adalah seorang yang merasa bahwa hidup kurang berasa tanpa secangkir kopi.

Singkat cerita setelah mencari kopi yang disukai, akhirnya aku mulai melihat kandungan apa saja yang ada di dalamnya. Yang pertama kulihat adalah komposisi dari minuman ini. Kedua aku akan mencari yang namanya informasi gizi. Yang bentuknya kotak, yang bahasa Inggrisnya nutrition facts.

Rupanya kopi siap seduh yang kuminati ini tak punya kotak itu. Sedikit banyak ini membuatku agak ragu membeli produk ini sebenarnya, meski akhirnya tetap membeli.

Nah, dalam membeli makanan, terutama makanan dalam kemasan, langkah-langkah itulah yang kira-kira kulakukan. Jadi kalau aku membeli sesuatu, ada semacam prosedurnya, ya meski sederhana begitu.

Bagiku, memeriksa kandungan gizi produk makanan dan minuman adalah penting. Sebab, kau akan tahu bahan apa saja yang akan memasuki tubuhmu.

Yang paling menjadi perhatianku adalah ketika membeli produk kemasan semisal soda dan mie instan.

Tuesday, August 13, 2013

Tips Terbaik dan Alami Menghilangkan Jerawat

ilustrasi
Banyak orang yang punya masalah dengan ini. Umumnya ia muncul mengganggu kecantikan atau ketampanan seseorang. Ia muncul tanpa diundang di pemukaan wajah manusia. Tak lain tak bukan, masalah ini adalah JERAWAT.

Jadi, seorang kawan datang menghampiriku yang Alhamdulillah tak punya jerawat. Ia kemudian menanyakan kenapa aku tak berjerawat. Maka aku katakan bahwa sebelumnya aku pernah berjerawat yang sedikit akut. Namun aku menempuh beberapa cara dan upaya yang akhirnya dapat menghilangkan jerawat-jerawat itu.

Baiklah, treng... teng... teng... inilah jawabanku padanya yakni tips terbaik dariku untuk menghilangkan jerawat.

Pertama, jangan dipikir. Jerawat itu biasanya muncul karena kita banyak pikiran, baik terlalu senang maupun terlalu stress. Jadi, cara pertama untuk menghilangkannya adalah kalau ada jerawat, biarkan dia keluar. Tidak usah dipikir.

Monday, July 1, 2013

Diversity is a blessing

Diversity in Indonesia
One day a friend asked me why we are different. Why God made us live in diversity even though it can highly lead us into big, big problems such as conflicts, war and so on.

Well, I guess difference is a fate that we have to either stand against or embrace. We people are different from each other because simply we grow up in different places.

As time goes on, we learn different things that make us choose which one we should lean on. We have different people, friends and family who we perceive as role model. This is why people have always lived in diversity.

Human being’s diversity is like a two-edged sword. You don’t want to live with it unless you’re careful and resourceful. It has big potential to come up with conflicts and frustration. Without respects and understanding, it can be a huge problem hindering the progress of any kinds of positive development. In this point of view, people are different because they are meant to be full of conflict and dangerous.

Monday, May 20, 2013

Kita yang Malas Jalan Kaki

Ilustrasi (www.crowdrise.com)
Mau ke Indomaret yang berjarak hanya 100 meter, aku lihat banyak kawanku yang langsung menyaut motor, lalu wuuzzz sampai ke tujuan. Ke tempat beli pulsa yang beberapa ratus meter juga, pakai motor. Lalu apa masalahnya? Mengapa harus jadi topic tulisan ini?

Kalau soal buru-buru dan memang dikejar waktu, tentu tak ada masalah. Kau bisa tinggalkan tulisan ini. Tapi, kalau situasinya sedang santai dan taka da yang memang dikejar, menurutku ini baru masalah.

Jadi, di Indonesia ini, kita sudah lumrah untuk pergi ke mana-mana menggunakan sepeda motor atau mobil. Baik jarak pendek maupun panjang, kendaraan seperti tak bisa lepas, karena ini memang memudahkan. Pertanyaanya, mengapa tak mau jalan kaki?

Kalau dipikir-pikir, apa relevansinya pertanyaan ini?

Jalan kaki memang tak ada keren-kerennya dilingkungan kita. Kesannya ini adalah miskin. Mereka yang jalan kaki adalah mereka yang tak punya uang untuk membeli kendaraan bermotor dan bensin (bersubsidinya). Kalau naik motor, kesannya itu seperti cepat dan jagoan dan intinya keren seperti apa yang diiklankan. Tak ada salahnya berpendapat seperti ini.

Thursday, April 18, 2013

Tragedi Mencuci Baju di Amerika

Contoh ruang laundy (unc.edu)
Mencuci baju adalah kegiatan rutin setiap orang di belahan bumi manapun. Tak ada yang istimewa. Kecuali kalau kau ada yang jadi artis dan merasa jijik kalau harus memakai baju yang sama dalam hidup. Jadi sekali pakai buang. Baiklah, kali ini aku akan bahas soal cuci baju bagi orang biasa-biasa saja.

Tapi begini, mencuci baju memang tak ada istimewanya. Aku mencuci baju dengan mengisi ember dengan air lalu kumasukkan air dan sabun. Lalu baju aku rendam beberapa waktu dan kemudian aku kucek. Kalau aku sedang jorok-joroknya, maka akan ada yang perlu aku sikat. Lalu dijemur (sehari, dua hari, atau bisa lebih lama). Beres.

Namun pengalaman seperti ini akhirnya berhenti sejenak ketika aku belajar di Amerika. Ketika sampai di asrama, aku tak menemukan ember untuk mencuci. Aku ke Walmart, semacam pasarnya di sana, untuk membeli ember untuk mencuci. Dan, tak kutemukan juga ember seperti yang ada di Indonesia.

Monday, April 1, 2013

When McDonald’s and friends are exclusive

How’d you feel when you eat at any restaurants like McDonald’s, KFC, Burger King, Pizza Hut or Wendy’s? If you’re American I bet you’d say I feel nothing, just eating, that’s it. You may want to say, what’s the matter? Nothing, unless you've seen how other people perceive differently how eating at those kinds of restaurants feels like.

Perceiving the same thing differently can be an interesting topic to discuss since the actual thing perceived is the real, exact same thing. Regarding eating burgers, chicken and fries at those places, there are actually at least two different perceptions. First, the one that happens in developed countries, and second, the one happening in developing ones.

Let me start with the first. In America, which I consider as a developed one, those restaurants are nothing but common places to eat. There is nothing special eating there. You order the foods you want, pay them then you decide to dine-in or to-go.

Paying our foods at around 5 bucks per meal in average is normal. People can spend much more than that. Or, it might be considered as the cheapest food for eating out. Thus, eating at those restaurants is the cheapest way to get full which means there’s no reason to call them such exclusive places to eat. There are no reasons of being proud to eat there. Seriously, none!

However the second scenario might bring you to a surprise. In any developing countries, like Indonesia, eating is going to cost us just around 50 cents to 3 bucks. In average, people spent 1.5 bucks to eat. You can imagine that it is going to be very expensive if they have to spend 5 bucks for a meal. I as a developing country citizen think that 5 bucks for a meal just doesn't make any sense.

Friday, March 29, 2013

Jusuf Kalla dan Subsidi Sontoloyo

(tribunnews)
Persoalan subsidi akhir-akhir ini makin buat panas acara-acara berita. Apalagi kalau bukan subsidi BBM yang kian kini kian membengkak. Dengan jumlah penjualan kendaraan pribadi yang makin meningkat tiap tahunnya maka subsidi yang makin membengkak adalah hal yang “normal,” maksudku, memang beginilah hukum sebab akibatnya. Pada kenyataannya, subsidi yang besar ini memang tak normal.

Berita terakhir tentang subsisi BBM mengatakan bahwa jumlahnya capai 137 trilliun yang merupakan bagaian dari subsidi energi yang totalnya 225 trilliun (2012). Subsidi ini jumlahnya jauh lebih besar disbanding subsidi social yang hanya 0,5% dari APBN-P 2012 sementara total subsidi energi adalah 2,2%.

Sejak terpilihnya SBY menjadi presiden 2004 lalu, harga bensin masih 4.500 rupiah terlepas dari beberapa waktu ketika ia menjadi 6.000. Baik, poinnya adalah harga bensin atau katakanlah BBM tak naik dalam kurung waktu sebegitu lama. Padahal, harga minyak dunia terus mengalami kenaikan.

Kau dapatkan masalahnya?

Kalau kau tahu maksudku, maka secara mudah hanya ada satu missing link di sini. Jadi, apa yang bisa membuat harga BBM tetap stabil? Dalam konteks ekonomi negara, maka jawabannya yang mungkin adalah subsidi. Maka, masalahnya adalah subsidi yang dikeluarkan pemerintah pastilah naik setiap tahunnya seiring kenaikan harga minyak dunia PLUS naiknya jumlah pengendara kendaraan bermotor.

Stabilnya harga BBM tentu seperti angin segar bagi masyarakat. Ya iyalah, lha wong harga tetep kok ngga senang?! Tapi tunggu dulu, memang harga BBM tak naik, tapi coba kau perhatikan harga makanan di sekitarmu. Adakah yang dalam kurung waktu tertentu, katakanlah dari tahun 2004 hingga sekarang, hargnya sama?


Saturday, March 23, 2013

Jum’atan Bersama JK di Paramadina

Makan di kantin setelah Jum'atan di Paramadna
Ini sebenarnya sudah terjadi beberapa tahun terakhir, tetapi cuma karena aku malas menulis, jadilah ini sekarang terpikir. Jadi, JK atau Jusuf Kalla, mantan wapres RI kita ini semua sudah tahu kalau dia adalah ketua PMI pusat sekarang. Nah, apa yang menarik dari ini? Sebenarnya tak ada kalau kampusku, Paramadina, tak berlokasi berdekatan. Nyatanya, PMI dan paramadina hanya dipisahkan oleh satu kebun. Kami bersampingan.

Lokasi yang berdekatan ini membuat kunjungan JK ke Paramadina sangat mungkin dan bisa saja sering. Nyatanya? Memang demikian. Dia berkunjung dan sering, terutama saat shalat Jum’at.

Hampir seminggu sekali aku menyaksikannya sholat di Aula Nurcholish Madjid. Ia selalu dikawal dengan anggota paspamres. Sebenarnya aku tak yakin mereka memang paspamres atau bukan, tetapi karena bersama mantan wakil presiden, baiklah sebut saja mereka demikian.

Nah, dari sinilah, aku bisa melihat macam orang apa dia.

Aku tak yakin berapa umur dia, tapi kata Google, ia sekarang sudah berumur 70 tahun. Umur yang cukup bisa dibilang tua di Indonesia ini. Kenampakannya pun memang demikian, sudah banyak kerutan-kerutan di wajah dan ketika kau bersalaman dengannya, kau bisa rasakan kalau secara fisik luar memang dia sudah tua.

Tapi kalau kau lihat bagaimana ia bicara, kurasa akan berbeda kesannya. Ia masih ceplas-ceplos dan juga suka mengumbar humor. Dia macam orang yang tak banyak gengsi dalam berbicara maupun dalam bersikap. Maksudnya, kalau bicara apa adanya, tak dibuat-buat. Itu menurutku.

Monday, March 18, 2013

Sevel dan Toko Kelontong

Sevel Mampang (beritajakarta.com)
Beberapa hari lalu aku mampir ke Sevel aka Seven Eleven dekat asrama. Seorang kawan mengajakku ke sana untuk berdiskusi soal sesuatu. Setelah berdiskusi panjang, sampailah kami pada bahasan, sebenarnya mengapa tempat ini menjadi pusat anak nongkrong se-Jakarta?

Baiklah, Sevel sebenarnya adalah perusahaan tua yang dibentuk di Amerika. Sevel sebenarnya tak ubahnya toko kelontong yang menjual bahan makanan seperti susu, telur dan roti bagi orang-orang lokal. Namanya sendiri sebenarnya merupakan jam dari operasinya yang asli yakni dari jam 7 pagi sampai jam 11 malam.

Seiring berjalannya waktu, sevel menjadi convenient store mini yang berkembang di negara asalnya. Dalam perjalanannya, Sevel berhasil melebarkan sayapnya hingga ke luar AS. Tapi kemudian collapse dan dibeli oleh frienchisee-nya sendri yang lebih besar di Jepang. Makanya, sekarang HQ-nya di sana.

Dalam pengalamanku, di Amerika banyak sekali jenis usaha seperti ini. Tapi segmennya berbeda-beda. Jadi sebenarnya, Sevel ini tak berbeda dengan McDonald’s, KFC, Taco Bell, DQ dan berbagai convenient store yang selalu ada di pom bensin.

Friday, March 1, 2013

Dakwah Ompong

ilustrasi (republika.or.id)
Suatu pagi aku menyapu halaman depan asramaku. Sepagi itu, sebuah sepeda motor masuk pelataran. Ia kawanku, datang sehabis pengajian ba’da Shubuh. Sekonyong ia menyapa, aku jawablah sapanya. Lanjutnya, “Kau rajin sekali bersihkan ini. Kau dakwah dengan perilaku ya?”

“Ayo bantu…” ajakku. Rupanya ia hanya melempar senyum. Lalu aku basa-basi, “Habis dari mana memang?”

“Biasa, pengajian…,” dengan masih tersenyum, ia masuk ke asrama.

Dari pengalaman singkat itu, aku melihat ada dua kategori dakwah: perilaku dan pengajian. Sederhananya, tindakan dan ucapan. Mana yang lebih penting, itu yang akan menjadi pertanyaan pada tulisan saya kali ini.

Kalau bicara soal dakwah, saya bertaruh apa yang terlintas dengan dalam pandangan Anda adalah para ‘ulama’ bersorban yang berseru-seru kepada umat untuk berbuat baik dengan mengutip ayat-ayat Al-Quran dan Hadits di sana-sini.

Orang berdakwah harus punya pengetahuan agama yang cukup. Harus pernah belajar agama di sekolah agama atau pesantren. Harus punya hafalan ayat-ayat yang luas sehingga setiap pertanyaan soal apapun bahkan soal teknologi harus ada rujukan ayatnya, setidaknya itu anggapan umum yang berkembang di masyarakat.

Wednesday, February 27, 2013

Tempat Berkelas Dunia untuk Orang-Orang Terdekat Kita

Menuju Dufan dan Sea World dengan Danny (paling kiri)
dan Deli (yang mengambil gambar) dan
dua saudara keduanya (dok. Deli)
Dulu waktu masih di Blitar, aku tak pernah tahu apa itu Ancol dan isinya: Dufan, SeaWorld, Atlantis, dan macam tempat lainnya. Yang kutahu hanya satu, lagu dan tagline-nya, “… di Taman impian Jaya Ancol… Fantastis!” Iklan ini sedikit banyak membuat aku kagum pada tempat ini, meski aku dulu tak paham apa itu “Fantastis.”

Akhirnya, tahun 2008 lalu aku dapat kesempatan untuk mengunjungi Ancol setelah program beasiswa yang ku-dapat mengajak semua penerimanya untuk ke sana. Tepatnya, kami ke Dufan a.k.a Dunia Fantasi. Beberapa tahun setelahnya, aku juga dapat kesempatan untuk bermain ke SeaWorld ketika aku dan dua kawanku dapat undangan dari sebuah organisasi nirlaba untuk ke sana.

Nah, akhir tahun lalu, aku akhirnya berkunjung kembali ke dua tempat yang sama: Dufan dan SeaWorld. Kini, aku ke sana bersama dua remaja Indonesia yang kebetulan sedang pulang dari Amerika. Semasa belajar di AS, aku sangat dekat dengan mereka dan keluarganya. Nah, ketika mereka pulang, Dufan dan SeaWorld pun menjadi tujuan untuk berlibur.

Tapi sebenarnya apa yang membuat Ancol dan isinya macam Dufan dan SeaWorld ini menarik? Baiklah, aku akan membahasnya dari sisi fisik tempatnya dan juga dari nuansanya.

Friday, February 22, 2013

Ekonomi Sinting

Freakonomics (Forbes.com)
Karena alasan ekonomi, orang terus berbuat curang dan mencoba untuk menjadi sempurna. Dalam Freakonomics, ekonom Levitt dan kawan jurnalisnya Dubner mencoba menyajikan informasi dari tindakan-tindakan atau kejadian-kejadian yang berdasarkan fakta. Nah, kalau kau mengira di sini akan ada teori ekonomi, mungkin kau harus membuka buku lainnya.

Beberapa fenomena yang mereka angkat adalah soal persamaan guru SMA di Amerika dan pegulan sumo, soal persamaan agen real estate dan Ku Klux clan yang meresahkan di dunia Barat, soal mengapa geng-geng penjual narkoba masih tinggal dengan ibu mereka, soal kemana para kriminal menghilang, dan soal menyoal pengasuhan anak termasuk apakah orang tua punya pengaruh dan mengapa penamaan anak-anak punya karakter-karakter tertentu.

Kedua penulis memang membahas banyak hal di buku ini. Semuanya adalah fakta dan hampir sama sekali menafikan teori ekonomi. Kalaupun ada, teorinya mungkin sangat mendasar bahwa manusia hidup dan berkarya adalah karena insentif. Tak ada sesuatu yang benar-benar sukarela, tak ada yang tak berbalas!

Contohnya saja, rupanya aksi curang guru-guru SMA menaikkan nilai anak didiknya bukan semata-mata mau mensukseskan anak-anak itu. Nama dia guru itu dipertaruhkan, sekolah pun juga. Sementara pesumo melakukan deal-deal di belakang dalam pengaturan hasil pertandingan karena punya bisnis dengan bandar judi atau mau menjaga superioritas antar kasta.

Sekarang mari menengok fenomena geng-geng penjual narkoba di daerah selatan AS yang rupanya unik. Ini adalah usaha franchise yang manajemennya timpang sekali. Beberapa bos besar akan mendapatkan pendapatan 50 persen lebih dari total keuntungan, sementara sisanya dibagikan pada ribuan penjaja yang berisiko mati di jalanan. Tapi mereka setia hidup dengan ibu mereka.

Sunday, February 17, 2013

Di Jalur Lambat dan Jalur Cepat

Rame-rame di wisuda kawan (dok. Eko)
Ketika dulu aku sampai ke Amerika untuk belajar di NDSU, yang terjadi di dalam pikiranku adalah totally blank. Ini terjadi karena segala apa yang aku lihat pada moment itu tak ada referensinya sama sekali. Mungkin aku sudah banyak melihat gambar-gambar tentang negara adidaya ini, tapi secara kasat mata, itu pengalamanku pertama kali.

Dua puluh tahun lebih hidup di negara berkembang, mataku rupanya syok melihat negara maju. Pikiranku tak bisa mencerna informasi yang masuk lewat indera-inderaku. Segalanya baru: udara baru, suasana baru, orang-orang baru, bahasa baru, dan bau dunia yang baru, dunia maju.

Minggu-minggu awal, aku merasa bahwa aku tak mungkin bisa beradaptasi di dunia bernama Amerika ini. Rasanya seperti jatuh ke dunia lain yang membahayakan pribadi. Maka minggu-minggu awal adalah minggu-minggu paling menyedihkan! Sepertinya aku ingin protes ke program Global UGRAD yang membawaku ke sana.

Tapi sejalan dengan perjalanan waktu, rupaya dunia ini nikmat sekali ditinggali! Dunia maju adalah dunia dimana hampir semuanya mudah dan menyenangkan.

Jalan-jalan di dunia maju, setidaknya di Fargo, North Dakota, mudah dilintasi karena memang konstruksinya dibangun sungguh-sungguh. Pengguna jalannnya juga tertib. Aturan-aturan dibaca mereka pada tahap kesadaran akan keselamatan dan keuntungan baik bagi dirinya maupun orang lain.

Orang-orang di dunia maju hidup dengan kepedulian lingkungan pada tingkat yang cukup tinggi. Baik itu dipaksakan oleh pemerintah atau keinginan sendiri, kepedulian ini menciptakan pengelolaan lingkungan yang bersih. Rumput hijau menghampar dan terpotong rapi di halaman-halaman rumah dan tepi-tepi jalan. Sampah-sampah dipisah-pisahi rapi menurut jenisnya.

Friday, January 25, 2013

Mengemas Sejarah Gula Nusantara

PG Watoetoelis (ptpn10.com)
Ketika masih kecil, saya sering diajak Bapak (alm) pergi ke Kota Malang dengan bersepeda motor. Satu setengah jam lama perjalanannya dari kotaku, Blitar. Ketika telah sampai tujuan, aku sering bertanya-tanya mengapa banyak rel-rel kereta pengangkut tebu. Di Kota ini ada pabrik tebu yang besar, begitu katanya.

Tapi, jarang sekali saya mendapati kereta ini melintas. Seingatku, hanya sekali terlihat. Setelah sekian tahun, terakhir aku ke Malang, rel-rel itu mulai hilang. Sudah tak nampak lagi rel yang melintasi jalan raya karena terkubur aspal. Tak mungkin ada lagi kereta tebu lewat karena sudah diganti dengan truk-truk besar yang melintasi jalan raya.

Sebagai seseorang yang menyukai sejarah, bagiku ini sangat di sayangkan. Setidaknya, pabrik gula tadi sudah kehilangan salah satu nilai pentingnya: nilai sejarah. Mereka lahir sejak negeri ini belum bernama Indonesia. Tentu akan banyak sekali yang perlu dilakukan. Kalau begitu, harus mulai dari mana?

Pabrik gula di Indonesia
Tahun 1637 menjadi awal mula produksi besar-besaran gula di Hindia Belanda terutama di Jawa. Pembangunan pabrik-pabrik gula di Jawa tak lain adalah imbas dari permintaan gula di Eropa yang terus meningkat (Bachriadi, 1998). VOC sebagai organisasi dagang penguasa masa itu tentu tak mau melewatkan kesempatan ini.

Pada 1830, lewat tanam paksa (cuulturstelsel), pribumi diharuskan menanam tanaman wajib yang salah satunya tebu sebagai suplai utama pabrik-pabrik gula. Layaknya banyak cerita kolonialisme, bangsa Eropa-lah yang menikmati keuntungannya dan pribumi-pribumi negeri ini hanya menjadi kuli-kuli. Pada masa jayanya, banyak berdiri pabrik gula di Nusantara. Beberapa yang masih bertahan hingga kini adalah Pabrik Gula (PG) Kebon Agung di Malang. Inilah pabrik gula yang sedari kecil sering saya lihat. Hingga saat ini, telah terdapat 48 pabrik di Jawa dan 58 di luar Jawa (Thebioenergysite.com, 2012).

Bicara soal sejarah dan pabrik gula di negeri ini, adalah menarik untuk menilik intensi PTPN X yang akhir-akhir ini membuka program wisata pabrik gula. Apa menariknya? Bagaimana upaya untuk mengembangkannya?

Sunday, January 6, 2013

Heaven and Hell Are Not Mine...

On Easter Day 2012. Thanks Jade for hosting us
(Jade Sandbulte's doc.)
I was once asked by a friend, “What do you think about pluralism? Isn’t it against the mission of religions, especially yours, Islam? I mean how does this thing work? On one hand, people keep asking others to follow them because they think they are the best, but on the other hand, at the same time they think that they should embrace others no matter what religion they are.”

Literally, I was so confused. But here is the thing.

Two interpretations
To me, pluralism is a word filled with conflict. Seriously, it has been creating disappointment and even condemnation among religious people, especially among Muslims in my country. One group thinks that it means seeing and thinking all religions are the same. They all are the damn same. That’s where the problem began. They can’t accept this.

But the other group thinks differently. They accept pluralism as it means an understanding that embraces the diversity among human beings. People are created different so having different choices are the aftermath of that creation.