Kalau bisa nanti kenapa sekarang,
kalau bisa lima menit lagi kenapa sekarang,
pokoknya, ntar dulu deh!
Ungkapan diatas kiranya sudah menjadi ungkapan sehari-hari yang sering teman-teman saya ucapkan. Saya sendiri pun juga sesekali pernah. Ketika menghadapi tugas dari dosen atau dari guru, sering kali muncul ungkapan ”aaaagh tugas lagi-tugas lagi, besok aja deh” sehabis tugas diumumkan. Bahkan, ketika orang tua kita meminta tolong (biar sopan, daripada menyuruh) Kamu, sering juga muncul perasaan, tugas lagi…..betar lagi, Bu! Kadang kita melakukan hal-hal tersebut merasa benar. Mungkin karena memang kita terus yang disuruh-suruh. Namun, apa memang benar tugas itu mempersulit kita?Apakah ada dampak negatif dari tugas tersebut? Apa hanya kita saja yang malas?
Menunda-nunda pekerjaan memang rasanya enak. Sepertinya tugas—yang kita anggap beban—bisa menyingkir, walau sejenak. Pokoknya jauh-jauh de lo tugas, besok kan masih ada hari (ya kalau lo masih idup besok, kalau ngga). Akan tetapi apakah kita sadar bahwa hakikatnya kita sedang menumpuk tanggung jawab yang sebenarnya akan menjadi perusak rencana-rencana kita dimasa depan.
Suatu waktu, salah seorang teman saya mendapat tugas untuk mata kuliah Dasar-dasar Manajemen. Saya mengingatkannya dia agar tugas tersebut segera dikerjakan, ntar nyesel lho! Tiga hari berselang tugas tidak segera ia kerjakan. Pada hari keempat, malam hari, saya melihatnya berdandan necis.
“Lo mau kemana?” Tanya saya.
“Mau tau aja sih lo!” jawabnya ketus.
“ya, sorry, tapi gue mo nanya doang, tugas udah lo kerjain belon? Besok dikumpulin lho”
“oh God, ada tugas ya… aduuuuh gue lupa! Kenapa lo ngga ngasih tahu sih!”
Nah, kemana aja, Mas? Kataku dalam hati. Ngga mau ngungkapin, ntar dia tambah marah.
Memang sih, enak rasanaya diawal, tapi 'you will regret in the end'. Kalau sudah menyesal mau bagaimana lagi. Nasi sudah menjadi bubur. Contoh tadi mungkin skalanya kecil, hanya tingkat individu. Kalau mau mendramatisasi, kalau saja orang-orang sudah menjadikan budaya tunda-menunda sejak remaja, terus kelak mereka menjadi pemimpin-pemimpin negeri ini...Apa kata dunia? Ya kalau yang diurusi hanya diri sendiri tak apa, urusannya kan menyangkut hajat hidup orang banyak. Masa' rakyat kelaperan mau nunda ngasih bantuan, rakyat kena tsunami, ntar dulu bantuannya. Nah, kalau begitu apa layak orang-orang tersebut jadi pemimpin?
Time is money, begitu seorang filusuf berkata. Memang kalau direnungkan, waktu itu adalah salah satu faktor yang membuat orang bisa berpenghasilan. Tuhan telah menganugerahkan waktu pada makhluknya 24 jam sehari. Anda punya 24 jam sehari, pemulung punya 24 sehari, pengusaha punya 24 jam sehari, dan presiden pun punya 24 sehari. Akan tetapi mengapa ada yang sukses ada yang tidak? Ya, akar masalahnya ada pada pemanfaatan waktu itu sendiri.
Mereka yang sukses, tidak mau waktu mereka sia-sia sedikitpun. Tidak ada waktu untuk hal-hal yang muspro. Kiranya memang perlu diingat bahwa dalam dunia fana ini ada satu makhluk Tuhan yang tidak akan berjalan mundur sedikitpun, bahkan menoleh pun tidak, Yup, Kamu benar, makhluk yang satu ini adalah waktu.
Jadi mulailah hidupmu dengan menghargai waktu.
Tulisan ini, selain sebagai tulisan lepas, juga diikutsertakan Djarum Black Blog competition Vol. 2. Event ini diadakan oleh PT Djarum yang memproduksi Djarum Black Menthol dan Djarum Black Slimz.
*sumber gambar bisa diklik langsung pada gambanrnya
No comments:
Post a Comment