Thursday, September 25, 2014

MP3EI: Antara Niat Baik dan Lagu Lama

Sumber: LIPI
Pemerintah SBY dengan jumawa menetapkan arah pembangunan negara hingga 2025 melalui MP3EI pada 2011 lalu. Target-target yang ditetapkan menjanjikan kemajuan. Tapi di perjalanannya, nampaknya pemerintah tidak serius mengimplementasinya. Sepertinya lagu lama akan diperdengarkan kembali, pemerintah kita cuma jago bikin konsep.

Dalam pidatonya yang bernada optimistis pada 2011 lalu, SBY mendengungkan Indonesia akan menjadi pemain penting dalam ekonomi dunia. Melalui MP3EI, pemerintahan SBY melihat Indonesia akan memiliki pendapatan perkapita 15.000 dollar pada 2025. Indonesia juga akan terbagi menjadi enam klaster-klaster industri dan zonna-zona ekonomi  atau yang disebut koridor-koridor ekonomi.

MP3EI membagi Indonesia menjadi lima koridor yakni Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali – Nusa Tenggara dan Maluku – Papua. Untuk mencapainya, syarat pertumbuhan ekonomi negeri ini minimal harus mencapai 7-8% (eurocham.or.id, 2013).

Pada 2014 ini, fase pertama telah dilalui (2011-2014). Pada fase ini sudah banyak groundbreaking yang dilakukan, beberapa proyek juga sudah diselesaikan. Beberapa jalan khusus dan bandara selesai. Namun apa ini cukup untuk mempertahankan keberlangsungan program?

Di luar itu, waktu terus berlalu, tapi rupanya target minimum untuk mencapai tujuan masterplan tersebut sayangnya tidak tercapai. Pertumbuhan Indonesia pada 2011 menunjukkan angka meyakinkan yakni 6,5%. Namun pada pertengahan 2014 ini, bukannya naik menjadi 7%, pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot pada angka 5,1%.

Saat ini, masterplan ini terbentur pada pernyataan, apakah  sebenarnya maksud pemerintah SBY menetapkan MP3EI? Tentu kita melihat niat baik pemerintah karena memiliki proyeksi tentang kemajuan Indonesia. Pemerintah memang sudah seharusnya memiliki ambisi tentang kemajuan negaranya. Tapi apa MP3EI adalah rencana kebijakan yang baik?


Tentu baik. Baik sekali. Siapa tak ingin mendengar janji kemajuan? Tapi bagaimana pelaksanaan rencana itulah yang dinanti-nanti. Negara ini sudah penuh dengan konsep pembangunan ini dan itu. Tapi pelaksanaan atau implementasinya lah yang paling diperlukan.

Pada masa transisi ini, MP3EI dihadapkan pada beberapa pilihan di hadapan pemerintahan Jokowi-JK: mendapat perhatian penuh, dihapus sama sekali, atau diambil beberapa program yang memang ‘logis’ bagi Indonesia.

Sebagai sebuah konsep, MP3EI adalah konsep elite yang mewah. Target-targetnya ‘di atas awan’. Tak ada masalah bila pemerintahan SBY memang benar-benar berupaya mencapai target-target yang mereka canangkan. Tapi kenyataannya tidak berbicara demikian.

Yang paling baru adalah RAPBN susunan mereka yang isinya penuh pengeluaran operasional sehingga hanya tersisa sedikit ruang gerak untuk pembangunan. Dalam RAPBN 2015, 14,3% -nya untuk gaji pegawai negeri, 7,6% untuk bayar bunga utang, 31,69% dana transfer daerah, 18% subsidi energi, dan 22,9% anggaran pendidikan. Sisanya  5,5% anggaran. Jika dikurangi 2,3% deficit ruang gerak yang disediakan hanya kira-kira 2,7%. Jika demikian, bagaimana ekonomi Indonesia bisa tumbuh? Bagaimana MP3EI mau direalisasikan?

Jadi apa sebenarnya maksud pemerintah SBY menetapkan MP3EI kalau rencana tersebut tidak didukung dengan baik? Sudah baik rencana dihasilkan, kita apresiasi. Tapi implementasi dan keberlanjutan program-lah yang rakyat tunggu –tunggu. Kalau membuat konsep saja semua orang juga bisa. Lha lek ngene ae mbahku yo iso, kata orang Jawa (Kalau begini saja kakek saya juga bisa)


2 comments: