Thursday, September 30, 2010

Reputasi

gigi-kelinci.blogspot.com
Enaknya orang baik atau jahat?
Orang baik donk…
Eh, kan sama saja, mau baik, maua jahat, ‘kan mati juga?
Hmmm…?? (garuk-garuk kepala yang tak gatal)

Pertanyaan yang agak menngelitik untuk dijawab adalah lebih baik jadi orang baik atau jahat kalau toh sama-sama mati. Lagi pula, kalau memlih baik, tak ada jaminan kalau matinya juga baik. Banyak juga orang baik yang mati terbunuh. Lihat saja Umar bin Khattab yang merupakan pemimpin tangguh umat Islam, yang menjadi khalifah kedua, mati dibunuh. Apalagi kalau melihat kisah Jesus. Dilantik sebagai utusan Tuhan, dan telah bersusah payah menebarkan kasih sayang pada umantnya, eh…sama ‘oknum-oknum’ yang tak bertanggung jawab malah disalib.

Lalu bagaimana seharusnya? Masa harus jadi orang jahat?

Kalau saya tetap memilih jadi orang baik. Bagi saya menjadi orang baik tetap untung meskipun nanti dengan orang jahat juga sama-sama mati. Kata pepatah, gajah mati meninggakan gading, kalau harimau mati meninggalkan belang, dan manusia mati meninggakan nama. Hubungannya, Mas?

Okelah, kita akui bahwa orang baik dan jahat sama-sama mati, tapi kematian orang jahat dan orang baik jelas memiliki perbedaan efek yang signifikan. Kalau bahasa ilmiahnya, tingkat differensiasi antara yang baik dan jahat tetaplah tinggi. Orang jahat mati akan meninggalkan nama yang buruk. Bahkan, kadang kala nama buruk menimpa keturunannya, meski sebenarnya tak mewarisi sikap bejat pendahulunya. Kasihan kan?

Coba kamu ingat nama Fira'un. Pastinya yang berkecamuk di kepalamu adalah segala sikap buruknya. Kekejamannya menindas kaum marjinal begitu mudah ditemukan. Sebut juga Nero, seorang kaisar Roma yang tak pandang bulu ingin menghancuran kaum intelektual renaissance.

Tapi orang baik berbeda sekali. Kebaikan budinya akan dikenang dunia. Ia akan dicatat sejarah sebagai orang yang memiliki kontribusi meski sekecil apapun. Sebut saja nama Muhammad Saw, seorang nabi yang meninggal lima belas abad lalu itu hingga kini masih diingat terus perjuangannya memperjuangkan agama yang dibawanya. Sebut saja Sir Issac Newton yang dikenal karena sistem gravitasi yang ia temukan. Sebut saja Mahatma Gandhi yang terus diingat dunia karena perjuangannya melawan kekerasan di tanah Hindustan.

Hidup orang baik dan buruk itu mungkin tak genap satu abad, apa yang ia lakukan terus diingat hingga dalam jangka waktu yang melampaui umur aslinya, dan mungkin sepanjang masa.

Inilah konsep yang biasa disebut, oleh Nurcholish Madjid, bernama 'reputasi'. Jadi kalau orang mati itu meninggalkan reputasi. Dan, umur reputasi jauh lebih panjang dari umur yang punya.

Bahkan, bagi Cak Nur, reputasi itu bahkan menandakan balasan macam apa akan diterima seseorang ketika sudah mati. Saya sendiri adalah anak yang percaya akan kehidupan sesudah mati. Dan saya kira, bagi orang yang beriman, maka memercayai kehidupan setelah mati adalah keniscayaan. Dengan pendapat Cak Nur tadi, maka logislah kenapa di berbagai Kitab Suci diceritakan bahwa kehidupan di dunia ini akan berlanjut.

Bagi yang suka korupsi, yang suka nilep harta, yang suka ngerampok, mbok ya ingat mati. Nanti kalau reputasinya jelek, terus disiksa sama malaikat di alam kubur. Hayu….Mau-mau?

Maka, menjaga reputasi adalah keharusan bagi kita semua. Ya, saya sih ngga mau kalau nanti saya dikenang jadi koruptor gitu.. apalagi nanti anak cucu saya terkena imbasnya..ih, amit-amit.

Saya sih ngga mau kalau reputasi saya jelek, jadi kesimpulannya: Ngga usah jadi orang jahat!

Thursday, September 23, 2010

Report Medio September: Silaturahim

ilustrasi (mbah google)
Bulan September ini, atmosfer Negeri Nusantara ini berrubah mendadak menjadi religius. Maklum, di bulan ini, Bumi Pertiwi ini menghadapi bulan Ramadhan sekaligus Idul Fitrinya.

Untuk itu, aku, sebelum berceloteh lebih lanjut, dan lebih ngawur, aku sampaikan,

“Selamat Hari Raya Idul Fitri 1431 H. Mohon maaf lahir dan batin. Semoga Ramadhan dan Lebaran kali ini barakah (transformatif) dan manfaat (produktif)! Semoga bisa bertemu dengan Ramadhan dan Hari Raya kelak di tahun depan!”

Kampus ‘off’. Tak ada kegiatan, sama sekali. Aku pun sedang mudik ketika tulisan ini kugarap. Paramadina memang menggabung libur akhir semester pendek yang bikin penat itu, dengan libur hari raya. Jadi dua minggunya doubled. Horeee… !!!

Kukira, meski liburan, ada sesuatu hal yang perlu kusampaikan. Ini berhubungan dengan dunia tulis menulis. Kampus kami mengadakan lomba bertajuk “News Feature Writing Competition 2010”. Kegiatan ini terselenggara hasil kerjasama Paramadina dengan harian The Jakarta Post. Tema yang dipilih ada tiga: Mengapa sulit memberantas korupsi di lingkungan birokrasi?, Naik turunnya persepakbolaan Indonesia, dan Jaringan sosial media dan masalah kerahasiaan pribadi (privacy).

Ibu-Ibu, Bapak-Bapak, Nyai, Ndoro… Yang mau ikutan, silakan-silakan! Lha wong gratisan ko’! Kalau mau info lengkapnya, buka saja www.paramadina.ac.id

Sekarang pindah, atau kembali, ke masalah Idul Fitri. Adalah tradisi masyarakat Indonesia untuk berkunjung ke sanak saudara, teman-teman dekat, teman-teman jaman dulu, juga tetangga-tetangga ketika lebaran tiba. Tak ada niatan tertentu kecuali bersilaturahim dan bermaaf-maafan.

Dengan kecanggihan teknologi, silaturahim pun macamnya kini beragam. Yang paling aku soroti adalah munculnya cara paling simple untuk bersilaturahim dan mengucapkan maaf lahir batin dan selamat lebaran lewat facebook. Caranya mudah, upload sebuah gambar editan photoshop, lalu tag-tag ke teman-teman yang seabreg itu. Berezzz

Tetapi, bagiku silaturahim dengan bertatap langsung tetaplah is the best. Dengan pertemuan itu, silang pertukaran informasi jauh lebih ‘berasa’. Kedekatan emosional kemanusiaan jauh lebih terpelihara. Orang pun akan merasa dimanusiakan. Jadi, silaturahim sebenarnya membawa semangat humanisme yang kental.

Silaturahim, juga wujud dari networking. Betapa tidak, ketika perjumpaan antar manusia terjadi, maka relasi pun terbentuk. Bagi yang sudah saling kenal, maka kedekatan relasional pun bisa lebih terekatkan. Yang baru berjumpa, sekedar kenal pun tak apa, toh kelak akan diulangi tahun depan.

Jejaring pertemanan pun meluas dan kata seorang penulis, jejaring akan membuat impian seseorang setidaknya memiliki 'pijakan kuat'. Orang sepintar model apapun kalau tak punya teman mau apa? Teman akan meluaskan cakupan upaya kita. Yang sedang belajar, maka teman akan datang melengkapi pengetahuan itu. Yang berdagang, maka teman akan datang meramaikan pembelian. Yang butuh tempat tumpangan, maka teman bisa diandalkan. Yang belum dapat jodoh, maka teman bisa membantu carikan, atau bahkan jadi jodoh itu. Hehe.

Your high GPA will only get you to the job interview, but your leadership and network will get you to the real job” kata Pak Rektor.

Silaturahim memang top markotop surotop. Nabi Saw pun telah mengatakan bahwa silaturahim melancarkan rezeki. Benar bukan? Ah, ya sudahlah, jangan sampai memutus silaturahim, karena itu dibenci orang, dan tak disukai Tuhan.

Terakhir, aku ingin sampaikan kalau tulisanku ini ada manfaatnya, silakan sampaikan pada yang lain. Tetapi bila menyebalkan, atau membosankan, silakan sampaikan padaku. Biar segera dipertimbangkan perbaikannya. Kata temanku, pesan terakhir ini mirip dengan motto warung nasi di dekat rumahnya. Apa?! Ah, apa iya?

Thursday, September 16, 2010

Surga-Neraka Bukan Milikku


Pandangan atas dunia ini dengan segala aspeknya tentu memiliki perbedaan antara satu orang dengan yang lain. Hal ini disebabkan kapasitas keilmuan yang berbeda-beda, juga bidang ilmu yang didalami. Pun perihal keagamaan, banyak tafsiran yang mengemuka. Ilmu-ilmu keagamaan pun harus diakui bukan hanya terbatas pada soal syariat-fiqihiyah, tetapi juga meliputi ilmu-ilmu lain: filsafat, tasawuf, dan ilmu-ilmu lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa keberagaman itu adalah keniscayaan. Pluralitas adalah hukum Tuhan.

Mengenai keberagaman ini, suatu saat saya ditanyai oleh seorang teman mengenai opini pribadi menyoal konsep pluralisme di Indonesia? Apakah itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam? dan bagaimana seharusnya sikap kita dalam menghadapi kehidupan beragama.

Report Akhir Agustus: SP oh SP…

(http://lakso.files.wordpress.com/)
Seperti dimensi ruang, dimensi watu pun bisa dipilah-pilah. Pilahan itu memunculkan terminologi "periode" yang berjenjang. Dimensi waktu dalam hal apapun, seperti sekolah, kuliah, bekerja, hingga yang paling luas yakni kehidupan, bisa dibagi-bagi. Namun, aku tak ingin membicarakan semuanya, cuma bidang kuliah saja yang mau aku omongkan.

Kali ini aku berada pada pilahan yang kesekian kali dan itu pun baru saja usai. Pilahan ini sedikit lebih pendek, atau tepatnya setengah dari yang biasanya. Kalau umumnya pilahan itu berjeda enam bulan, ia hanya tiga bulan. Ya, inilah semester pendek. Semester yang setengah-setengah ini bisa kami sebut SP (semester pendek) dan ia baru usai.

SP ini bukanlah bisa dianggap main-main. Bukan maksudku menganggap semester gasal dan genap itu cuma main-main, tetapi maksudku tingkat kesulitan dan tantangan di SP jauh lebih besar dibanding dua semester lain itu. Karena kondisinya yang pendek, mata kuliah seperti dijejal-jejalkan. Aku dan kawan-kawan dapatkan mata kuliah diajarkan dua kali seminggu. Tugas yang diberikan pun jadi lebih terasa berat. Ya tapi itu konsekuensi. Kami mendapat keuntungan dengan ikut SP ini, kami bisa lulus lebih cepat, cuma 3,5 tahun. Ya seperti kata lagunya Bondan Prakosa, “Ya sudahlah…”

Baiklah, kini beralih ke kegiatan kampus. Paramadina memang terlihat lebih sibuk SP kali ini. Seleksi mahasiswa baru masih terus berlangsung. Ah, itu sudah kuceritakan di report sebelumnya, jadi tak usahlah diulangi. Paling juga membosankan kalau dibaca. Langsung pindah ke acara lain saja.

****

Kampus ini hanya aktif dalam bulan Ramadhan selama dua minggu. Itu pun tidak genap. Tetapi banyak kegiatan yang diselenggarakan. DKM (Dewan Keluarga Masjid), sebagai organisasi keagamaan menyelenggarakan buka puasa seminggu full. Bagiku yang anak asrama ini, ya itu berkah yang terlalu berharga untuk dilewatkan. Ya kau pasti taulah...

Dalam rangkaian acara itu, ada bedah film Act of Dishonor, sebuah film tentang ketimpangan distribusi kesempatan di berbagai bidang antara anak laki dan perempuan di Afghanistan. Kebetulan, artisnya, Nelofer Pazira datang langsung. Sedap ‘kan?

Lalu ada bedah buku novel biografis Nabi Muhammad Saw., “Muhammad: Lelaki Penggenggam Hujan” karya Tasaro GK. Dan Alhamdulillah, penulisnya juga datang langsung. Mantab pokoknya. Rangkaian acara ini kemudian ditutup dengan kolaborasi senat kampus dan DKM dengan menyelenggarakan konser Iwan Fals yang dilanjutkan dengan sajian hiburan tarian sufi Rumi dan teater.

Selain itu, Kampus Paramadina, di SP ini patut berbangga karena selain banyaknya kegiatan yang mewarnai, ia juga berhasil mengirimkan grup tarinya untuk ikut pertunjukan dan festival di Polania. Group ini bernama T-ta Paramadina dan berkunjung ke sana selama dua minggu. Beberapa diantara pesertanya adalah kawan dekatku sendiri. Ya meski aku tak ikut, aku ikut senang dan bangga tentunya. Bukankah kawan sejati aalah mereka yang merayakan keberhasilan kawannya seperti keberhasilannya sendiri?

****

Kalau soal gerak-gerikku sebagai duta kampus, aku harus sampaikan kalau memang bulan ini kami hanya berfokus pada seleksi mahasiswa baru. Paling-paling kalau ada info menarik tentang Paramadina, kami post didunia maya melalui jejaring sosial kami masing-masing. Kalau aku sendiri, aku temui beberapa teman baru di facebook. Ada yang bertanya soal bagaimana tes masuk Paramadina, ada juga yang tertarik dengan kegiatan yang diselengarakan di kampus kecil ini.

Yang jelas SP ini , meski sedikit menyebalkan karena tugas-tugas yang amit-amit, kami banyak mendapat pelajaran berharga. Aku juga dapatkan beberapa kawan baru, karena memang di SP ini aku tak hanya bergabung dengan kawan-kawan di jurusan manajemen, tetapi juga dari jurusan lain.

Setelah ini, aku dan kawan-kawan lain akan masuk kepada pilahan dimensi waktu selanjutnya. Setelah ini adalah semester gasal, atau tepatnya semester V buatku. Oya, tak terasa sudah dua tahun ya, aku di Jakarta ini….

****

Jakarta, 30 Agustus 2010
di asrama, sebelum mudik...