Friday, December 28, 2012

Balada Si Air Bersih: Sebuah Cerita dari Asramaku

Krisis air bersih di Jakarts (Media Indonesia)
Dulu, beberapa kali aku lihat air di bak mandi asramaku tumpah-tumpah. Tak ada yang peduli, atau setidaknya jarang sekali yang mau bergerak mematikan keran meskipun percikan air tumpah sudah terdengar. “Cuma air, biarlah, masih banyak di sumur. Sumur kami tak akan kering!” pikir kami—pikirku juga.

Tapi suatu kali kawanku menegurku, “Mengapa dibiarin sih?!” Mulai dari itu, aku sejenk berpikir: Mengapa anak ini harus menegur? Hanya air, apa peduli. Tapi itu dulu, tak demikian adanya sekarang ini. Tapi bagaimana bisa demikian?

Melimpah tapi kekurangan
Baiklah, asramaku ada di salah satu bilangan di Jakarta. Sudahlah maklum, ketika musim hujan datang, sebagian daerah di Indonesia mengalami banjir, terutama daerah ibu kota. Berita-berita sampaikan kalau orang-orang mengungsi dan kekurangan air bersih! Bagaimana bisa? Bukannya airnya malah banyak kalau banjir?

Berangkat dari fakta itu, aku mulai menyadari bahwa ketersediaan air saja tak cukup untuk kehidupan. Air haruslah bersih untuk hidup manusia: mandi, mencuci, dan yang terpenting minum. Begitu banyaknya air yang akhirnya menggenangi pemukiman, hingga berujung banjir, ternyata tak menjamin bahwa orang-orang punya akses untuk mendapatkan air bersih terutama untuk minum.

Kalau kekurangan air, itu juga masalah. Ujung-ujungnya sama saja, terhambatnya akses terhadap air bersih pun mengancam kehidupan.

Saturday, December 22, 2012

The Version of My Success

With Mr. Trump. Thanks, sir!
There are so many successful people out there. They achieve something precious for their lives. Some become so popular and get so much praise from other people. We can recognize how Bill Gates successfully built his Microsoft, and how Steve Jobs created Apple Inc. Nobody will denies that those two men have succeeded on their path.

Their lives have become inspiration for lots of people around the world. Their persistence to get their success gives us many lessons to study and to follow. Now, the question is what does success mean? Are those who are as rich as those two not successful persons? To agree or do not agree is part of of those questions. You can keep your answer now. I have a version of my success.

I spent all of my childhood in a country called Indonesia. I was born there about twenty two years ago. Anyway, Indonesia is an archipelago containing more than 17,000 islands. We have so many different ethnic groups. I am from one of them called Java. I was born in a little town, Blitar, which is located at Java Island, on of five largest islands there.

My late father was a local entrepreneur in Blitar. He fixed broken sewing machines and we earned money from that. We did not make much money from that job, just enough to meet our daily needs. My mom was the manager, which mean actually she had no job, just helped my dad. Nevertheless, both are the best parents ever for me!

Thursday, December 20, 2012

Apa yang Tabu bagi Orang Amerika

(www.counter-currents.com)
Di Indonesia, soal menyoal tabu ada banyak jenisnya. Bagi yang tahu apa tabu itu, mudahnya ini adalah suatu hal yang bila dibahas atau dilakukan, atau mungkin dipikirkan saja akan menimbulkan perasaan tak enak atau timbul pelarangan, pamali dan tak boleh.

Banyak ha tabu di Indonesia ini: bicara soal orang yang sudah mati, bicara soal alat kelamin, bicara tentang tuhan, melangkahi kuburan, bicara soal sex, mendebat guru, duduk atau berdiri lebih tinggi dibanding orang lebih tua, duduk di depan pintu, tak boleh main lebih dari jam 6 malam, dan masih banyak lagi.

Hal itu semua dianggap tak baik untuk dilakukan karena ada analoginya masing-masing. Maksudnya, ada semacam kepanjangan penafsiran di sana.

Misal, kalau kita bicara soal sex, maka intinya adalah tak sopan dan ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang sudah menikah. Itu pun kalau perlu diam-diam. Soal tak boleh duduk di depan pintu, anggapannya nanti jodohnya susah. Dan masih banyak analogi dan penafsiran lainnya.

Berdiri ditempat kebih tinggi daripada orang yang lebih tua berarti bak menginjaknya. Makan sambil berdiri bagaikan hewan. Dan kiranya masih banyak lagi.

Hal yang sangat berbeda akan kau temukan bila kau melihat kehidupan orang Amerika. Hal-hal semacam di atas, bagi mereka tak punya analogi dan oke-oke saja dilakukan. Tak ada ceritanya duduk di depan pintu akan menghambat jodoh. Berdiri lebih tinggi dan mendebat orang yang lebih tua sah-sah saja. Sex pun adalah hal biasa.

Lalu apa tak ada yang tabu bagi orang amerika? Ada-ada saja.

Bukan saja hukuman sosial
Amerika adalah negara yang tumbuh bukan berawal dari kerajaan atau sebuah kedigdayaan suku tertentu. Ia benar-benar dibentuk oleh para imigran yang ingin mencari dunia baru.

Sunday, December 2, 2012

Orang Amerika yang Low Context

Rob Swiers and me and I just call him Rob
Ketika belajar di NDSU, aku sering naik bus untuk menuju kampus, ke pusat kota, atau juga ke tempat lain seperti tempat untuk volunteer. Aku kenal dengan salah satu supir-nya yang pensiunan Angkatan Laut Amerika atau the Navy.

Kelly Hostetter namanya. Seorang pria yang kukira sudahlah berumur dan ia pun sudah beruban. Aku biasa sapa dia dengan namanya saja, “Hi, Kelly!” begitu saja. Tunggu! Aku berkawan dengan orang tua beruban? Juga tak memanggilnya Pak?

Itulah orang Amerika. Kecuali ia bukan ayah kawanmu atau gurumu, kau tak akan panggil dengan Mister atau Sir. Kepada mertua saja, orang sana sering hanya memanggil nama saja. Mana mungkin itu dilakukan di Indonesia?

Situasi tersebut menunjukkan bagaimana orang barat memiliki budaya yang low context. Ini adalah sebuah budaya dimana masyarakatnya tak banyak analogi dalam bermasyarakat. Mereka tak banyak prasangka dan menjunjung tinggi rasionalitas.