Saturday, July 17, 2010

Selamat Jalan, Pemahat-Pemahat Mozaik Negeri!

Adalah sebuah kebanggaan yang tiada tara ketika sesorang bisa menjadi wakil sebuah entitas yang amat dicintainya. Ini adalah momen terbaik ketika sesorang telah didapuk menjadi the front line troopers of the nation. Mereka benar-benar menjadi the first impression bagi seluruh kapasitas yang dimiliki.

Sebenarnya tanggung jawabnya bukanlah pada lapisan terdepan saja, tetapi pada seluruh lapisan hingga yang paling dalam. Namun, tanggung jawab the front liner menjadi lebih penting karena ketika mereka terjebak kegagalan, maka keindahan-keindahan pada lapisan-lapaisan selanjutnya akan menjadi barang usang yang tak pernah akan orang berkenan melihat, atau bahkan sekedar melirik. Maka, adalah pantas untuk menyematkan perhatian penuh pada the front liner ini.

Dalam konteks ini, T-ta Paramadina (T-ta) sejenak kiranya akan menjadi the front liner itu. Berdiri sejak April tahul lalu, T-ta telah mecatat beberapa keberhasilan. Sebagai oragnisasi kemahasiswaan yang berupaya melestarikan tarian tradisional, T-ta berhasil menebar pukau dan pesona pada mata-mata pengunjung seminar, workshop, dan kegiatan lainnya dalam skala nasional. Dan kini, sebentar lagi, mereka masih akan menyajikan tampilan gerak tari nusantara, tetapi dalam konteks yang lebih besar, konteks internasional, konteks dunia.

Bukan Pada 7-23 Agustus 2010, teman-teman dari T-ta yang berjumlah 23 orang akan mengikuti dua festival kebudayaan berskala dunia di Polandia. Adalah acara bertajuk World Folk Review Integration 2010 yang menjadi ajang pertama yang akan dilakoni. Festival besar yang digagas oleh seorang Dariusz Majchrowicz, seorang manajer artistik, direktur and koreografer grup Folk Dance "Poznan", ini akan berlangsung pada 8-16 Agustus 2010 di Kota Poznan. Semoga sukses T-ta!

Hari berikutnya, 17 Agustus 2010, bertepatan dengan hari kemerdekaan negeri tercinta ini, T-ta akan melawat ke KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia). Tentu ini akan menjadi sebuah kebanggaan tersendiri ketika orang-orang Indonesia yang berada di sana bisa kembali merasakan keindahan mozaik kebudayaan dari negeri mereka yang separated away. Ini ‘kan menjadi pelepas dahaga kerinduan akan suasana negeri yang terpisah jauh. Semoga berhasil T-ta!

Hingga pada 18-23 Agustus 2010, kawan-kawan T-ta akan melibatkan diri pada Internasional Folk Festival di kota bersejarah Warsawa. Sebuah perjuangan yang tak mudah. Selama dua minggu mereka akan menjadi “tameng muka” bangsa ini. Maka jangan anggap kalau ini adalah tugas mudah, jangan anggap ini tugas sepele yang bersikan jalan-jalan santai ke luar negeri, tetapi adalah tanggung jawab besar atas nama besar negeri Bumi Pertiwi ini, juga pada entitas pendidikan bernama Paramadina.

Embanan tanggung jawab itu menjadi sangat penting untuk dihargai karena dalam konteks finansial, aktivitas ini pun benar-benar didukung hasil jerih payah yang diperas langsung dari setiap ide-ide kawan-kawan T-ta dalam meluluhkan hati para sponsor soal urgensitas kegiatan ini.

Tecatat beberapa sponsor pun tak segan ikut bergabung seperti Bank OCBC NISP, Grand Indonesia, PT Djarum, Rajawali Group dan sponsor utamanya Global Media Group. Bergabungnya institusi-institusi tersebu juga tak terlepas dari dukungan pihak Kampus Paramadina lewat aksi tanggap seorang Wijayanto, salah seorang deputi rektor. Terima kasih, Pak!

Kesungguhan T-ta dalam menggalang pendanaan juga ditunjukkan melalui komitmen mereka dengan “merelakan diri” berjualan makanan kecil, baik dengan diam-diam (klandestin) atau juga terang-terangan, di beberapa tempat seperti Senayan, Monas, Ragunan, Museum juga mendirikan stan penjualannya di kampus. Acara manggung “tanpa bayar” pun mereka lakoni demi kesuksesan kegiatan ini.

Di sana, kawan-kawan T-ta ‘kan memberikan sajian terbaik mereka dalam tari-tari tradisional negeri seperti Tari Sedati dari Aceh, Tari Lenso dari Maluku, dan Tari Betwai juga Tari Saman, Tari Kalimantan, dan Tari Zapin. Beragam tarian itu akan mereka bawakan demi keluhuran citra negeri kaya Budaya ini, Indonesia, sebuah negeri yang terdiri dari 17.504 pulau, 10.068 suku bangsa, 615 bahasa, 3.025 spesies binatang, 47.000 jenis tumbuh-tumbuhan, 300 gaya seni tari, dan 485 lagu daerah, yang Segala sesuatunya teriikat dalam satu ikatan Bhinneka Tunggal Ika dan rasa cinta Tanah Air, bangsa, dan negara (Kompas, 2010).


Pemahat
Maka, bila dibayangkan, T-ta ini pemahat sekaligus penjual mozaik berjalan yang siap sampaikan pada dunia akan eksistensi keunikan dan keagungan budaya Nusantara ini. Dengan penuh semangat saya sampaikan, Selama jalan, Kawan! Perjuangan ini bukan sebuah hal yang mudah, yang bisa dianggap sekedar jalan-jalan, tetapi ini adalah misi mulia, sebuah perjalanan penuh tanggung jawab atas sebuah entitas yang bukan main-main.

Sudah barang tentu tak semua orang bisa mendapatkan kesempatan emas seperti ini. Kini, nama baik mozaik nusantara ada di tangan mereka. Apapun tidakannya, akan menjadi preseden yang signifikan efeknya.

Tanggal 31 Juli 2010 kelak, adalah acara Gelar Pamit yang akan diselenggarakan. Saya harap momen ini benar-benar menjadi titik tumpu lecutan semangat kawan-kawan T-ta. Mereka ini pemahat-pemahat mozaik negeri yang dengan susah payah akan berjualan di negeri lain. Yang diharapkan bukanlah hasil penjualan, tetapi kepuasan serta optimisme bahwa mozaik itu kan dapat penghargaan oleh dunia.

Terakhir, saya tak mungkin terlibat langsung dalam kegiatan mulia ini. Namun setidaknya tulisan ini bisa mewakili kegembiraanku yang tak diduga ikut menyeruak ke permukaan perasaan atas perjuangan ini. Selamat jalan selamat berjuang, Kawan-kawan!

Kalian akan terbang dengan banyak beban, tapi semoga pulang dengan banyak gegap gempita kegembiraan yang kan langsung menyebar laksana awan yang menyelimuti gunung. Sebuah selimut kepuasan akan capaian terbaik saya, dan mungkin oleh teman-teman lain, tunggu-tunggu. Karena mungkin selama kalian pergi, kami kedinginan dalam ketidaktahuan yang berpadu dalam sebuah penantian yang mendebarkan. Semoga sukses, Kawan-kawan!


****

Tulisan ini saya khusus persembahkan untuk Keberangkatan T-ta Paramadina ke Polandia 7-23 Agustus 2010. Semoga sukses, Kawan!

Jazz Muhammad
Jakarta, 8 Juli 2010

Selesai di pojokan kamar sehabis bercerita ria dengan salah satu personil T-ta Paramadina..


Kalau berkenan, sila berkunjung juga pada Gelar Pamit T-ta Paramadina


Tuesday, July 13, 2010

Berani Memimpin

Siapa yang mau mimpin?
Dia, dia, dia Bu…
…..
Saya Bu!
Ha..ha..ha…

Pernahkah Kamu diminta untuk memimpin? Kalau jawabannya ya, maka baca lanjutan tulisan ini, tapi kalau tidak, ya juga lanjutkan. Loh? Tapi ngga maksa ko’..pis2

Tulisan saya kali ini dibuka dengan secuplik percakapan yang sering kita temui. Mungkin dulu saat SD. Seorang guru meminta salah seorang muridnya untuk memimpin doa atau salam atau membaca Pancasila. Tapi kemudian kelas bergemuruh oleh tindakan siswa-siswi yang saling tuding, menunjuki temannya. Dia bu..dia bu..!

Lalu ada salah seorang siswa yang berdiri lalu berkata, “Saya, Bu!” Dengan lantang ia mengucapkannya. Tapi bukan ungkapan bangga yang muncul dari teman-temannya kelas itu. Yang ada adalah tertawaan teman-teman. Tertawaan bernada meremehkan. Emang dia bisa?

Inilah masalah anak muda zaman ini. Ketika mereka diminta menjadi pimpinan, mereka bersembunyi di belakang dan menutupi ke-cemen-annya dengan saling tuding siapa yang pantas memimpin.

Tapi, ketika ada yang tampil menjadi pemimpin, semuanya geger. Mempermasalahkannya. Dilematis memang. Muda-mudi ini tak senang bila ada temannya yang tampil menjadi pemimpin mereka. Ko’ gitu ya? Ya gitu…

Memang ini yang perlu disadari oleh saya dan juga kamu. Sering kali kita malu dan takut untuk memimpin, tapi ketika kepemimpinan itu dibutuhkan, kita malah mencemooh teman kita yang tampil, seakan tak rela dia berada satu tingkat di atas kita.

Sekarang bahasannya adalah bagaimana menjadi pemimpin agar di cintai dan dihormati oleh yang dipimpin. Hal ini sangat penting karena realitanya, pemimpn dan yang dipimpin sama-sama manusia. Sama-sama makan nasi. Jadi lumrah kalau ada yang jealous kalau dipimpin sesamanya. Ya kayak anak SD tadi…

Setidaknya menarik untuk menilik pesan Bu Mega, Presden RI ke-5 yang memberi tips kepemimpinan (Media Indonesia, 8/2/10). Pertama, kejujuran. Menjadi pemimpin harus berani mengakui kekuarangan dan kelemahannya, bukan hanya kekuatannya. Kalau memang membutuhkan bantuan ya bilang. Jangan karena telah menjadi pemimpin, terus jaim bin gengsi. Ah emang gue siap, elo siapa?

Kedua, kerendahan hati. Pemimpin harus bisa merasa setara dengan yang dipimpin. Tak ada yang beda. Yang beda hanya posisi strukturalnya. Secara sosial, sama saja. Jadi kalau sudah jadi pemimpin, terus senaknya sendiri, wah ngga bener itu!

Ketiga, keteguhan. Pemimpin sudah seharusya memiliki sikap tegas terhadap keputusan yang diambil. Pemimpin juga harus seteguh dalam pendirian. Bahasa jawanya, Ojo mencla-mencle!


Keempat, kesabaran. Inilah yang membuat orang layak memimpin. Sabar dalam menghadapi masalah. Baik dari yang dipimpin ataupun dari lingkungan sekitarnya. Pasti ada saja masalah yang timbul dari hubungan kepemimpinan. Lebih-lebih terjadi salah paham atau perbedaan pendapat. Kalau berbeda itu wajar. Yang tak wajar kalau perbedaan itu disikapi dengan emosi dan lalu menimbulkan perpecahan.

Yang terkahir, pemimpin harus ikhlas. Pemimpin harsu dengan sukarela melaksakan tugas mulianya. Kesuksesan kerja tentu menjadi tujuannya. Ya-iyalah, mana ada yang mau gatot, alias gagal total.
Seorang pemimpin harus menjadi pribadi yang penuh rasa ikhlas dalam mengabdikan diri pada apa dan siap ayang ia pimpin. Ya namanya pemimpin itu kan sebenarnya pelayan. Karena, pemimpin itu adalah ssorang yang ditunjuk untuk megarahkan orang lain. Ya artinya melayani orang lain untuk bisa mencapai tujuan bersama.

Bagaimanapun orangnya, darimanapun asalnya, sudah seharusnya menyadari bahwa mereka adalah pemimpin. Lho ko’ bisa? At least mereka ataupun kita jadi pemimpin diri sendiri. Ya ngga? Ayo berani memimpin!(*)

(Tulisan ini di-post kembali untuk just remembering aja... buatku ya buatmu....)



*sumber gambar bisa diklik langsung pada gambarnya

Saturday, July 10, 2010

Report Akhir Juni

Minggu kedua Juni, masih sama seperti sebelumnya. Beberapa teman add dan dikonfirm. Ada yang ingin daftar masuk regular, atau juga teman-teman yang deg-degan menunggu penyematan nama-nama penyandang beasiswa PF 2010(Paramadina Fellowship 2010—sekarang adalah angkatan ketiga, dan semoga Allah Swt akan memberi jalan untuk terus lanjut).

Saya berinisiatif menuliskan semacam motivasi di wall Paramadina. Alhamdulillah dapat sambutan baik, baik yang komen atau sekedar like. Beberapa kali aku chat dengan teman bicara soal paramadina. aku juga masih aktif di blog meski hari-hari ini off karena kemarin PLC (Paramadina Leaders Camp—semacam camp pelatihan kepemimpinan untuk setiap mahasiswa baru Paramadina, kalau di UI, zaman Hok-gie, dulu ada semacam kegiatan naik gunung). Berikut kutipannya

“Untuk seluruh Kawan-Kawan Budiman, sekiranya satu bulan lagi PF 2010 akan menyematkan nama-nama terbaiknya.
Yang tersemat, ribuan kata Selamat aku sampaikan dan sila dengan semangat penuh mimpi bergabung dengan kami...
Yang belum, sekiranya bijak untuk selalu berpikir positif... Paramadina bukanlah ukuran kesuksesan, karena mungkin Tuhan telah siapkan jalan kesuksesan lain untukmu sekalian...”

Dan akhirnya report ini pun telat juga.

Aku sempat berdiskusi dengan teman soal masa depanku dengan predikat mahasiswa universitas swasta. Di tengah paradigma yang begitu negeri-centered, sepertinya menjadi seakan-akan a big fault. Ini adalah salah jalan. Yang negeri adalah yang terbaik, whatever ratingnya, dan yang swasta is the one (and the only) which is necessary to be left behind.

Bagiku ini aneh. Di tengah arus informasi yang begitu luas, premis-premis yang tersedia tentu salah besar kalau berkonklusi pada paradigma tersebut. Aku ingat sekali statement Pak Anies kalau tujuan teman-teman bukanlah universitas yang kalian anggap “baik” itu. Tetapi tujuan yang hakiki adalah mimpi-mimpi teman-teman sendiri yang tentu harus kontributif, baik bagi diri sendiri, ataupun orang lain.

Seorang teman bilang kalau sekolah, dalam konteks keilmuan, sebenarnya “ngga penting”. Tapi karena itu adalah tempat orang bersosialisasi, berasimilasi, berjejaring, dan berinterasi, maka sekolah menjadi penting, namun tetap pada batasan itu, tak lebih. Dan kalau mau pintar, maka silakan “ngetem” di depan layar computer, dan sila berjelajah ria.

Aku kira itu paradigma yang harus direkonstruksi. Pondasi-pondasi pemikirannya perlu ditata ulang. Universitas hanya sebagai wadah pengelola diri, pemahat intelektual, dan penyunting tata-krama. Dan yang paling penting adalah yang menjadi aktor adala mahasiswa itu sendiri, dan sekali-kali bukan universitas itu sendiri.(*)

Jazz Muhammad