Wednesday, December 28, 2011

Negeri yang Terstandardisasi

US light switch (click on it for the source)
FARGO-JAZZMUHAMMAD - Dulu, yang muncul dipikiranku tentang negara adidaya Amerika adalah sebuah negara maju. Teknologi dan pendidikannya seperti beberapa ratus langkah di depan dari Negara-negara lain. Tapi apa yang membuat negara ini begitu punya pengaruh di dunia?

Jared Diamond, seorang ilmuan mencoba mencari jawaban mengapa “orang-orang kulit putih” saat ini menguasai dunia dengan kemampuan teknologi. Ia berargumen bahwa gun, germ dan steel telah membawa orang-orang ini dapat menaklukkan dunia. Okelah, itu masa lalu. Saiki-saiki, biyen-biyen. Mari lihat apa yang terjadi sekarang pada negara-negara maju ini, dan secara khusus di US. Anyway, kalau mau lihat videonya, klik di sini.

Nah, sebagai negara maju, ternyata satu hal yang bagiku cukup sederhana tapi mengherankan adalah hampir semua hal di sini terstandadisasi. Negara ini menerapkan sistem standar pada setiap apapun yang ada di dalamnya.

Aku akan mulai dengan light switch atau yang di Indo biasa disebut dengan sakelar. Setahuku (Ini setahuku, jadi mau percaya atau tidak tak apa-apa) di Negara ini, semua sakelar punya bentuk yang sama. Mulai di tempat umum sampai rumah-rumah sakelarnya akan punya bentuk yang sama.

Thursday, December 22, 2011

The Thanksgiving of Mine

with Dennis
To be honest I did not have any idea a couple weeks before Thanksgiving Day. I thought that I would be staying in my room and chilling with my roommate who is also international student. But eventually I got email from office of international program at NDSU that they have like host family program for international students.

I applied for that. “Hopefully something changes,” I said, “because I don’t want to be stuck in this room while everybody is leaving.”

Then right a week before Thanksgiving, I got a call from Karen. She would be my host family. Thank God! She said that I had to get to her house around noon. On the Thanksgiving Day, I went there with an Indonesian family, Susilo’s family, that I know them really well.

Mozaik dari Fargo (4): Menjadi Manusia Sejati

with pak susilo at the home-coming parade
Sebenarnya menjadi orang baik syaratnya cuma satu: berperilakulah yang baik. Tapi apa semua orang akan setuju dengan apa yang kita anggap baik? Atau malah menganggapnya buruk setengah mati? Masalahnya adalah setiap orang punya standar nilai dan pengetahuan yang berbeda untuk menilai sesuatu: baik atau buruh, benar atau salah.

Perbedaan atau keragaman dalam kehidupan adalah anugerah Tuhan. Percaya atau tak percaya, tak akan ada orang yang punya pikiran sama persis. Tak ada pula orang paling pintar sebab terlampau banyak pengetahuan yang di dunia ini yang harus diketahui. Maka dari itu, jadi orang terbuka saja. Nikmati saja hidup, dan tak perlu membesar-besarkan perbedaan. Bahasa Inggrisnya, just walk it off, enjoy our life.

Perbedaan biarlah jadi sumber pengetahuan, persamaan biarlah jadi penyambung persaudaraan.

Januari – April 2011
Setelah aku selesai wawancara untuk Global Ugrad, kuliah berjalan seperti biasa. Tapi, karena ini semester terakhirku, maka aku tak punya banyak mata kuliah. Hanya tiga mata kuliah. Aku hanya masuk Senin dan Selasa, selebihnya, aku fokus untuk berorganisasi. Lagipula, aku sudah tak terlalu memikirkan apa yang harus aku lakukan setelah seleksi wawancara Program Global Ugrad usai.

Namun seminggu setelahnya, aku dapati telponku berdering ketika aku masih bertugas menjaga stand Paramadina di sebuah SMA. Kala itu aku bersama Nyonyah Liz dan kawanku, Eci. Kira-kia akhir Desember.

Monday, December 19, 2011

Belajar di Negeri Paman Sam (2-habis)

"sok cool" in front of the union
FARGO-JAZZ MUHAMMAD - Pendidikan di US ternyata tak senjelimet yang aku kira. Di sini semua dibuat simple tetapi punya pakem aturan yang harus ditaati. Waktu kumpulkan tugas ya kumpulkan, kalau sudah due atau deadline, ya sudah kalau terlambat tak akan akan ada belas kasihan. Oke, kali ini aku akan teruskan artikel sebelumnya tentang belajar di Negeri Paman Sam. Klik di sini untuk artikel pertamanya!

Keempat, tak seperti di Indo yang kalau satu kelas ada 3 SKS, semua digabung menjadi satu, dan jadinya kuliah 2,5 jam. Wah, ini yang berat buatku. Aku hampir selalu tidur di kelas. Di US berbeda.

Pembagian waktu kuliah biasanya menjadi dua atau tiga hari. Jadi, jadwal tiap mata kuliah selalu Senin-Rabu-Jumat (Mo We Fr) atau Selasa-Kamis (Tu Th). Tiga SKS dibagi menjadi tiga atau dua. Jadi di kelas, mahasiswa akan mendengar “ceramah” dosen selama 50 menit atau 1 jam 15 menit. Ya bagiku agak lumayan. Meskipun masih kadang tidur, at least tak separah ketika di Indo. Ini anak kerjaannya tidur kok berani-beraninya kuliah di US?! (Hehe no komen)

Kelima, silabus di US sangat penting untuk mengetahui apa yang akan diajarkan dosen di kelas. Apa di Indo tak penting? Ya pentinglah, cuma pengemasannya yang berbeda sehingga seringkali tidak penting. Atau sebenarnya penting tapi mahasiswanya tukang tidur seperti aku ini. lha itu yang buat itu tak penting. Entahlah.

Sunday, December 18, 2011

Belajar di Negeri Paman Sam (1)

just wearing shorts to campus
FARGO-JAZZ MUHAMMAD - Tak semua kampus di US sama persis. North Dakota State University, tempatku belajar saat ini juga tak sama dengan kampus-kampus lain. Tapi namanya dalam satu negara, akan pasti ada beberapa hal yang akan sama. Kau tahu mengapa, karena Amerika adalah negara yang telah punya standar bagi apapun yang ia miliki. Untuk soal standardisasi ini, nanti akan aku ceritakan di kesempatan lain.

Pendidikan di US pada dasarnya relative tak menyulitkan. Menurutku materinya tak terlalu sulit, bahkan bisa dikatakan mirip dengan apa yang di Indonesia. Tapi apa yang membedakan kalau begitu?

Pertama, pada umumnya kampus di US tak memiliki jurursan. Kebanyakan hanya memiliki major dan minor bagi mahasiswanya. Major berarti bidang apa yang akan didalami dengan proporsi yang lebih besar dari pada bidang minor. Jadi, contoh, walaupun punya major bisnis, minornya bisa psikologi.

Kedua, dari segi materi pembelajaran, materi yang diberikan memiliki tahap-tahap. Tahap pertama adalah general courses yang berisi segala course atau mata kuliah yang sifatnya umum dan mahasiswa yang mengambil itu akan dapat bertemu dengan mahasiswa dari major lain.

Tahap kedua adalah pre-professional courses yakni untuk course yang sifatnya mulai spesifik. Terakhir, professional courses yang berisi course yang sudah spesifik dengan major yang diambil. Sebagai contohnya bisa lihat majorku di NDSU di sini.

Saturday, December 17, 2011

Secuplik tentang Kampus dan Rumah

North Arch
FARGO-JAZZ MUHAMMAD - Di Indonesia, rasanya hampir tiap rumah punya pagar. Tak semua juga, tapi ya kebanyakan punya. Kalau di Jakarta, pagar rumah orang dibuat sekuat-kuatnya, setinggi-tingginya, serapat-rapatnya, kalau perlu dibuat pertahanan khusus untuk melawan musuh.

Yang unya uang, langsung bangun pos satpam, terus dipasanglah anjing penjaga. Satu lagi, tak lupa cctv dipasang tiap sudut agar tak aka nada siapapun yang luput dari penglihatan. Yang kayak begini di Blitar juga ada lho. Oh, tambah satu lagi, jangan lupa pasang kawat berduri.

Hal ini bisa dimaklumi karena dua alasan. Pertama, kejomplangan ekonomi yang ujungnya kriminalitas. Kalau dilihat, mungkin jarak seratus meter dari rumah “gedongan” itu masih banyak orang yang masih kekurangan. Kedua, memang dasarnya orang suka menunjukkan apa yang mereka punya alias kekayaan. Bangun rumah segedhe-gedhenya, sementara yang lain cari kontrakan saja susah.

Ya sah-sah saja sih, tapi ya moso’ begitulah hidup yang harmonis itu? (Sumpah, ini pertanyaan sok yes banget, hehe)

Sebelum akhirnya aku mendarat di Fargo, semua itu rasanya ya biasa saja. Tapi pemandangan yang kulihat di sini sungguh membuatku harus kembali memutar pikiran. Apa memang seharusnya demikian?

Monday, December 12, 2011

Mozaik dari Fargo (3): Masa Bodoh!

di NDSU, lompat ngga jelas!
Masa bodoh. Bagaimana pendapatmu dengan frase ini? konotasinya, setahuku, selama ini adalah buruk. Ini berarti sebuah pengingkaran terhadap kondisi sekitar, tak mau tahu, dan ujungnya: Masa bodoh!

Tapi bagiku, ada masa bodoh yang penting. Masa bodoh ini berarti tak usah peduli dengan apa yang terjadi di masa depan. Maksudku bukan sekarang ini kita bisa bermalas-malasan. Kita harus berusaha meraih segala yang kita bisa raih. Semboyannya “Kalau dia bisa, kenapa aku tidak?” Nah, setelah semboyan itu kita tanam dalam-dalam di kepada, maka kita harus berusaha sekuat-kuatnya.

Nah, setelah itu? Berdoa? Yes, lalu? Masa bodoh! Di sinilah masa bodoh itu penting. Tak usah perlu memerhatikan apa hasilnya nanti. Kalau memang kita sudah melakukan yang terbaik, hasil terbaik pasti akan tercapai. Tapi seperti diceritaku sebelumnya, yang terbaik belum tentu berarti menang.

Bagi yang percaya pada Yang Maha Kuasa, ya sudah, masa bodoh saja. Serahkan semuanya pada-Nya. Yang atheis dan agnostik? (Weleh apalagi ini?) Ya sudah, yakin saja sama apapun yang kau yakini. Yang penting masa bodoh.

Pertengahan Desember 2010
Setelah aku serahkan form aplikasiku pada aminef untuk program Global Ugrad, aku ya sudah masa bodoh. Lalu aku jalani kehidupanku sehari-harinya sebiasa-biasanya di asrama 33b dan kampus Paramadina.

Namun semuanya akhirnya menemukan titik terang ketika pada awal minggu Desember 2010, malam hari, aku dapati email dari aminef ber-subject: 2011 Global UGRAD Program Interview Schedule – JAKARTA. Saat itu aku sedang duduk-duduk di ruang tamu asrama malam-malam. Biasa, sejak menjadi mahasiswa, aku sering tidur malam-malam. Kerjaanya cuma ada dua: facebook-an, atau SKS. Yang kedua itu adalah singkatan dari kebiasaan terburuk mahasiswa di manapun: sistem kebut semalaman!

Wednesday, December 7, 2011

Amerika Itu Kering

first winter! brrr!
FARGO-JAZZ MUHAMMAD - Namanya juga anak kampung, kalau bisa pergi ke luar daerah, bawaannya cuma kaget dan kaget. Soalnya bertahun-tahun hidup di kota kecil yang sifat kedaerahaannya masih kental, dan seharusnya demikian, tapi tiap hari tontonanya TV yang isinya apa yang ada di tempat jauh di sana.

Kalau di Indonesia, tayangan TV itu hampir seratus persen tentang Jakarta: kehidupannya, gaya pakaiannya, politiknya, ekonominya, macetnya, krisisnya, pokoknya semua maslahnya tumplek blek di layar kaca TV. Asem Jakarta!

Daerah yang lain yang aman pun bisa ketularan. Yang hidup di desa, seperti aku ini, jadi ikut-ikutan gayanya anak Jakarta. Yang jadi politisi, ikut-ikutan gaya korupsinya orang-orang di Jakarta. Yang gak ada kerjaan, ya jadinya berangkat ke Jakarta.

Solusinya? Jangan terlalu terpancing dengan media. Dari seratus persen kepercayaan kita, sisakan, kira-kira, empat puluh persen buat tidak percaya. Jadi sama tulisanku ini, jangan selalu percaya. Soalnya kenapa?

Saya sebenarnya mau share tentang humidity atau kelembaban di Amerika, tapi karena bingung mau membukanya bagaimana, ya sudah ngomong ngalor ngidul dulu. Refleksi dulu.

Baiklah, di banyak Negara yang berada di belahan bumi utara, kita sepertinya sudah tahu kalau mereka punya empat musim. Dan yang paling mengesankan adalah winter, ketika salju turun. Kelihatannya wah! Salju! Wuuu!

Tapi meskipun musim-musimnya kelihatan menarik, negara-negara itu ternyata menyimpan “penderitaan” bagi orang-orang dari daerah tropis yang datang ke sini. Kalau di Indo, mau cewek mau cowok tak butuh pakai lip balm atau lip gloss untuk bibirnya. Ya meskipun banyak wanita yang memakainya, sebenarya tetap saja kurang perlu, maksudnya secara teknis tak ada manfaatnya. Tapi di sini, di US, mau cewek mau cowok harus pakai lip balm.

The F-Word: My Poor English

Do you think it's a friendship? Haha I'll bite you!
Before I came to NDSU, I had no clue about this campus. What I was thinking about education in the US was all about Harvard University, Georgetown University, or UC Berkeley. Even Fargo, the city where North Dakota State University or NDSU is located, I had no idea at all. When I got the placement to get to NDSU, I thought: What am I supposed to do there?

But as the time goes on, I figured that I can do many things here: study, watching movies, shopping, hanging out with friends and many more. However, I can’t enjoy those things as well because one thing: My poor English!

Before I got here, I thought that my English would be enough to help me understand what’s going on in my classes, what my friends are speaking about, or the conversation in movies I am watching. But in fact, it is nothing! That is now going on as my biggest challenge here, at NDSU, Fargo.

I felt that I started from zero. I have to study English much more intensively. The first week I came here, I did not understand at all what my teachers talked about, and I was afraid of hanging out with some friends because I could not speak English well.