Wednesday, February 27, 2013

Tempat Berkelas Dunia untuk Orang-Orang Terdekat Kita

Menuju Dufan dan Sea World dengan Danny (paling kiri)
dan Deli (yang mengambil gambar) dan
dua saudara keduanya (dok. Deli)
Dulu waktu masih di Blitar, aku tak pernah tahu apa itu Ancol dan isinya: Dufan, SeaWorld, Atlantis, dan macam tempat lainnya. Yang kutahu hanya satu, lagu dan tagline-nya, “… di Taman impian Jaya Ancol… Fantastis!” Iklan ini sedikit banyak membuat aku kagum pada tempat ini, meski aku dulu tak paham apa itu “Fantastis.”

Akhirnya, tahun 2008 lalu aku dapat kesempatan untuk mengunjungi Ancol setelah program beasiswa yang ku-dapat mengajak semua penerimanya untuk ke sana. Tepatnya, kami ke Dufan a.k.a Dunia Fantasi. Beberapa tahun setelahnya, aku juga dapat kesempatan untuk bermain ke SeaWorld ketika aku dan dua kawanku dapat undangan dari sebuah organisasi nirlaba untuk ke sana.

Nah, akhir tahun lalu, aku akhirnya berkunjung kembali ke dua tempat yang sama: Dufan dan SeaWorld. Kini, aku ke sana bersama dua remaja Indonesia yang kebetulan sedang pulang dari Amerika. Semasa belajar di AS, aku sangat dekat dengan mereka dan keluarganya. Nah, ketika mereka pulang, Dufan dan SeaWorld pun menjadi tujuan untuk berlibur.

Tapi sebenarnya apa yang membuat Ancol dan isinya macam Dufan dan SeaWorld ini menarik? Baiklah, aku akan membahasnya dari sisi fisik tempatnya dan juga dari nuansanya.

Friday, February 22, 2013

Ekonomi Sinting

Freakonomics (Forbes.com)
Karena alasan ekonomi, orang terus berbuat curang dan mencoba untuk menjadi sempurna. Dalam Freakonomics, ekonom Levitt dan kawan jurnalisnya Dubner mencoba menyajikan informasi dari tindakan-tindakan atau kejadian-kejadian yang berdasarkan fakta. Nah, kalau kau mengira di sini akan ada teori ekonomi, mungkin kau harus membuka buku lainnya.

Beberapa fenomena yang mereka angkat adalah soal persamaan guru SMA di Amerika dan pegulan sumo, soal persamaan agen real estate dan Ku Klux clan yang meresahkan di dunia Barat, soal mengapa geng-geng penjual narkoba masih tinggal dengan ibu mereka, soal kemana para kriminal menghilang, dan soal menyoal pengasuhan anak termasuk apakah orang tua punya pengaruh dan mengapa penamaan anak-anak punya karakter-karakter tertentu.

Kedua penulis memang membahas banyak hal di buku ini. Semuanya adalah fakta dan hampir sama sekali menafikan teori ekonomi. Kalaupun ada, teorinya mungkin sangat mendasar bahwa manusia hidup dan berkarya adalah karena insentif. Tak ada sesuatu yang benar-benar sukarela, tak ada yang tak berbalas!

Contohnya saja, rupanya aksi curang guru-guru SMA menaikkan nilai anak didiknya bukan semata-mata mau mensukseskan anak-anak itu. Nama dia guru itu dipertaruhkan, sekolah pun juga. Sementara pesumo melakukan deal-deal di belakang dalam pengaturan hasil pertandingan karena punya bisnis dengan bandar judi atau mau menjaga superioritas antar kasta.

Sekarang mari menengok fenomena geng-geng penjual narkoba di daerah selatan AS yang rupanya unik. Ini adalah usaha franchise yang manajemennya timpang sekali. Beberapa bos besar akan mendapatkan pendapatan 50 persen lebih dari total keuntungan, sementara sisanya dibagikan pada ribuan penjaja yang berisiko mati di jalanan. Tapi mereka setia hidup dengan ibu mereka.

Sunday, February 17, 2013

Di Jalur Lambat dan Jalur Cepat

Rame-rame di wisuda kawan (dok. Eko)
Ketika dulu aku sampai ke Amerika untuk belajar di NDSU, yang terjadi di dalam pikiranku adalah totally blank. Ini terjadi karena segala apa yang aku lihat pada moment itu tak ada referensinya sama sekali. Mungkin aku sudah banyak melihat gambar-gambar tentang negara adidaya ini, tapi secara kasat mata, itu pengalamanku pertama kali.

Dua puluh tahun lebih hidup di negara berkembang, mataku rupanya syok melihat negara maju. Pikiranku tak bisa mencerna informasi yang masuk lewat indera-inderaku. Segalanya baru: udara baru, suasana baru, orang-orang baru, bahasa baru, dan bau dunia yang baru, dunia maju.

Minggu-minggu awal, aku merasa bahwa aku tak mungkin bisa beradaptasi di dunia bernama Amerika ini. Rasanya seperti jatuh ke dunia lain yang membahayakan pribadi. Maka minggu-minggu awal adalah minggu-minggu paling menyedihkan! Sepertinya aku ingin protes ke program Global UGRAD yang membawaku ke sana.

Tapi sejalan dengan perjalanan waktu, rupaya dunia ini nikmat sekali ditinggali! Dunia maju adalah dunia dimana hampir semuanya mudah dan menyenangkan.

Jalan-jalan di dunia maju, setidaknya di Fargo, North Dakota, mudah dilintasi karena memang konstruksinya dibangun sungguh-sungguh. Pengguna jalannnya juga tertib. Aturan-aturan dibaca mereka pada tahap kesadaran akan keselamatan dan keuntungan baik bagi dirinya maupun orang lain.

Orang-orang di dunia maju hidup dengan kepedulian lingkungan pada tingkat yang cukup tinggi. Baik itu dipaksakan oleh pemerintah atau keinginan sendiri, kepedulian ini menciptakan pengelolaan lingkungan yang bersih. Rumput hijau menghampar dan terpotong rapi di halaman-halaman rumah dan tepi-tepi jalan. Sampah-sampah dipisah-pisahi rapi menurut jenisnya.