Wednesday, October 29, 2014

What we need in a friendship

ilustrasi (njfamily.com)
Choosing people to be friends with can be tricky. Of course we should not close ourselves from any kinds of relationships. It’s good to be kind to everybody, but more importantly, we need to make sure that our friendships are built upon reliability.

I think having reliable friends is important because of at least two reasons. Firstly, having reliable friends means friendships that are based on openness so I can count on my friends no matter what. They will not hide any information that will make their partners feel left behind.

They will always try to support their friends in many ways because they know that there won’t be any useful to hide anything unless it’s really confidential. In this matter, I can trust these kinds of friends and I believe that they will not let me down no matter what.

Monday, October 27, 2014

Do you have a problem with Bu Susi? I don’t

Bu Susi (sitting, right | @ARistNugr)

After the announcement of the final Jokowi JK’s 34 ministers, public started to weigh on how this will impact on the development of the country. Some argue that the new government hasn’t made the best decision; some say it is the best for the country. Part of the former argument is that Jokowi-JK, the new administration has chosen a minister that has no undergrad diploma. Not even a high school diploma either. She only graduated from middle school!

Susi Pudjiastuti, the minister of Marine and Fisheries has been a trending topic all across Indonesia. She went to high school back then, but could not complete it. So practically, she only holds a middle school diploma, and she’s a minister right now!

A friend of mine, an undergrad diploma holder said, “You know what, one of our minister didn’t even graduate from high school! What this country is gonna be? What’s she gonna do?”

All I thought was, “Seriously? Did you just really say that?”

Monday, October 20, 2014

Jumlah Gaji Bukan Segala-Galanya


Selalu saja ada orang di sekitar kita yang suka bertanya tentang gaji teman-temannya lalu membandingkannya dengan miliknya. Kita mungkin salah satunya. Saya mungkin, tapi saya selalu menghindarinya. Membandingkan antara jumlah gaji yang satu dengan yang lain memang mudah. Hasilnya jelas, siapa yang lebih ‘makmur’ adalah yang lebih besar dan yang lebih kecil yang ‘nelangsa’.

Seorang kawan saya bercerita kalau gaji seorang pegawai warteg di Jakarta biasanya berkisar 1 juta  hingga 1,5 juta rupiah. Kalau dibandingkan mereka yang kerjadi kantoran yang bergaji 4 juta, tentu angka gaji pegawai warteg jauh lebih kecil. Dengan mudah, kita bisa berkesimpulan kalau mereka yang di kantoran lebih makmur.

Memang kelihatannya demikian. Tapi kita lupa banyak hal di luar sekedar angka gaji yang tidak kita perhitungkan. Pegawai warteg mungkin bergaji 1 juta rupiah, tapi ia tak butuh bayar tempat tinggal dan bayar makan. Gaji 1 juta itu sudah bersih ia bisa simpan. Sementara mereka yang bergaji 4 juta, harus membayar kos, makan, dan juga transport.

Katakanlah kos di Jakarta mencapai 750 ribu, makan 1,5 juta, dan transportasi 500 ribu. Jadi uang yang bisa disimpan hanya sekitar 1,25 juta. Kalau ini dibandingkan dengan yang bergaji 1 juta, ya yang kantoran akan sedikit beruntung. Tapi jika dibandingkan dengan yang bergaji 1,5 juta, yang kantoran tentu yang ‘nelangsa’.

Siapa nelangsa, siapa makmur

Itu hanya sedikit hal yang banyak orang tidak atau lupa menghitungnya. Tapi di luar itu, ada banyak hal lainnya yang harus kita perhatikan sebelum kita men-judge diri kita lebih ‘nelangsa’ atau lebih ‘makmur’.