Yaudahlah kalah
Terang aja, emang gue ngga pintar
Emang ini takdir
Terang aja, gue pas ngga sehat tuh
Kamu pernah ngga kalah pas ikut sebuah kompetisi? Atau dapat nilai buruk saat ujian? Atau gagal ngurusin sebuah acara? Hmm..rasanya pasti pernah, tapi saya sih SERING bin BANGET pernahnya. Berbagai kompetisi saya ikuti, tapi yang nyantol cuma bebrapa saja. Saat mengerjakan tugas apalagi. Alih-alih mendapatkan nilai yang bagus, seringkali saya ikut ujian ulang. (to the point aja deh kalo nilainya jelek, he he). Fiuhh…..
Bagi kita, seringkali yang muncul saat keadaan seperti itu biasanya bukan terus nyari solusi, yang ada adalah sikap nyari persalahan. Kamu atau saya seringkali berusaha mencari-cari alasan apa yang bisa “menutupi muka” yang sudah bingung mau ditaruh dimana (emang muka bisa dipindahin yah?). Terus akhirnya bilang terang ini… terang itu…..
Ya, muncullah kembali paham terangisme. Sebenarnya bukan paham sih. Ini hanya bahasa Mario Teguh untuk orang-orang yang selalu mencari persalahan untuk setiap kegagalan. Dalam bab sebelumnya telah diterangkan masalah terangisme, tetapi dari sudut pandang diluar diri orang yang gagal. Kalau sekarang perspektifnya saya ubah ke dalam diri orang tersebut (termasuk saya sih). Simak baik-baik ya! (Sok banget ngga sih?..hehe)
Terangisme yang satu ini juga disebut, pinjam istilah Paulus Winarto, sebuah penyakit dalih. Dalam buku The Magic of Thinking Big, David J. Schwartz menyebut penyakit dalih sebagai penyakit pikiran yang mematikan (parah kan?). Dia menambahkan bahwa penyakit ini punya empat bentuk, yakni dalih kesehatan, dalih intelegensi, dalih usia, dan dalih nasib.
Ada aja alasan yang dibuat pas lagi gagal. Coba simak percakapan diawal tulisan ini. macem-macem kan alasannya. Yup nilai 100 buat pak Schwartz.
Ketika mengalami kekalahan dalam perlombaan atau kompetisi, yang diucapkan hanya “Ah, aq memang badoh”, atau “Aduh, saya sudah tua, sudah waktunya istirahat, lumrah la kalau kalah”, bahkan “Ah sudah nasib, ini takdir Tuhan”. Aduh mas, lebay banget sih.
Dalam agama ada sebuah ajaran bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib sebuah kaum sebelum kaum itu berusaha sendiri. Jadi takdir Tuhan itu bukan tempat persalahan atas kegagalan kita. Yang masalah sebenarnya kita sendiri yang selalu pesimis atau bahkan apatis terhadap masa depan. Hidup ini dianggap will go on well without any efforts. Biasanya orang-orang seperti ini selalu bilang the show must go on. Memang ini tidak salah, tetapi sebelum go on ya mbok disiapkan dulu.
Selain itu, sering juga saat gagal, kita langsung menghukum diri sendiri dengan pernyataan-pernataan yang mempersalahkan otak sendiri. Otak dianggap sebagi sumber masalah. Dikira otanya sudah tidak pintar lagi. Hmm…. Mari lihat cuapan Thomas Alpha Edison, si bapak bohlam. Dia berkata, kesuksesan itu 1% inspirasi, 99% eksekusi. Jadi sebuah ide akan sukses atau tidak itu tinggal tergantung bagaimana kita berusaha.
Setelah alasan takdir dan masalah otak (intelejensi), sepertinya kurang lengkap bila belum menyebutkan alasan kesehatan ataupun usia. Aduh, sepertinya bakal panjang nih.
Saya bukan ingin menyatakan bahwa kita harus menang dan sukses terus, bukan itu. Kalah atau gagal itu pasti dialami. Akan tetapi, membuat beribu alasan untuk menutupi kegagalan itu yang harus dihindari. Saya rasa menerima kekalahan adalah hal yang sangat bijak. Tidak perlu alasan apapun.
Sepertinya perlu sedikit dipertegas seuah ungkapan yang mungkin kamu hapal tapi jarang dilakukan yakni “kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda”. Kemudian, yang penting adalah segera buat solusi, bukan dramatisasi keadaan.(*)
*sumber gambar bisa diklik langsung pada gambanrnya (http://www.siswonugroho.com)
wajar aja kalo kita ngeles kalo lagi dalam kondisi kalah, namanya juga mekanisme pertahanan jiwa^^ tapi mungkin gak sehat dan gak bikin maju kalo kita defensif terus ya...
ReplyDeletepaling aman kan ngeles hehehehe....
ReplyDeleteHm..aku nggak suka orang ngeles. Nggak maju-maju..
ReplyDeletealasan yg pertama : aku memang bodoh
ReplyDeleteitu yg sering ku pake XD
buat alice:
ReplyDeleteiya yah g maju2
buat mum-nya regha:
ya tuh aman banget..hehe
buat teh Vicky:
ReplyDeletekok semuanya jadi ngeles yah..
ya iyalah g maju2,lha wong kekurangan sendiri aja g mau ngakuin
buat teh clara:
hehe suka ngeles yah? pis2
oya ku udah cek...
itu mah mas udah tabiat asli manusia kalo kalah atau ga berhasil pasti ngeles
ReplyDeletetapi ga semuanya juga lo masih ada yang suka intropeksi diri,nah itu yang mau sukses kalo intropeksi
yap, Gung
ReplyDeletekemarin aku baca quote menarik
"semua orang pasti negelakuin salah, tapi hanya orang bijak yang belajar dari kesalahan itu.."
setujaa eh, setuju
ReplyDeletehehehe..bagus teh
ReplyDeletejangan sekedar pasrah dgn hasil gitu ya bro :) tq dah berbagi :)
ReplyDeletesiip kang
ReplyDeletesetujuuu... ^____^
ReplyDeletepostingan keren..
hehe maksih teh elok
ReplyDeletebgs bgt postingannya,
ReplyDeletesalam knl sobat
sekedar mampir, mencari inspirasi baru...
ReplyDeletesebenernya soalnya gampang...cuma nggak fokus aja..
ReplyDelete#haaaaaa dasaaaar
minta dilempar sendal
biasalah kalo aku mah pinter ngeles, mrepet-mrepet heheheheee
sepuluh "kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda tunda terus"
hloh??
hehehe
ngeles emang sepertinya penyakit kronis. tapi itu membuktikan bahwa diri kita tidak semampu, sehebat, sekuat, sekeren, yang kita bayangkan
ReplyDeleteAssalamu'alaikum...
ReplyDeletenice post :)
ngeles buat menghibur diri tuh kalo gagal..
ReplyDeletehehehe....
Tuhan lebih tau kapan waktunya kita berhasil dan kapan saatnya kita harus gagal.. Pasti ada tangan Tuhan yang sedang bekerja dibalik semua itu..
*sok bijak kamu yaz*
hehee.. :D