Pas temennya punya duit
“Bray, gue bakal jadi temen sejati lo!” (ceilee…)
Pas temennya ngga punya duit
“Heh, lo siapa, ngga kenal bro!” (wah, amnesia bos?)
Seperti biasa, tak henti-hentinya guru IPS bilang kalau manusia adalah makhluk sosial. Ya, makhluk yang ngga bisa hidup sendirian. Manusia butuh seorang partner dalam hidup. Ya tentulah, bayangkan kalau kita hidup sendirian, mau makan? Tanam dulu padinya, bikin penggilingan padi, terus bikin dulu “dandang” buat masak, terus tanam dulu pohon pisang (daunnya buat alas makan). Itu cuma tahapannya. Masalahnya, berapa bulan kita harus nunggu padinya siap panen, berapa lama harus nunggu si pohon pisang jadi gedhe. Wa…bisa gila, bo…
Pasti kamu bilang, wah Rosyid ini super mendramatisir. Ya biarin.
Memang itu kenyataannya. Maksud saya itu, saya hanya menekankan bahwa hidup sendiri itu tak mungkin. Akan tetapi masalah kembali muncul. Kita pastinya harus bisa mencari partner atau teman yang baik. Bagaimana mencari partner hidup yang memang bisa memberi kita kebaikan? Sebelum kita membahasnya, mari simak cerita berikut ini.
Ada seorang gadis buta yang membenci dirinya sendiri karena dia buta. Dia membenci semua orang, kecuali pria kekasih tercintanya. Dia selalu ada untuknya. Gadis itu mengatakan kalau seandainya dia bisa melihat, maka dia akan menikahi pria kekasihnya itu.
Suatu hari, seseorang mendonasikan sepasang matanya untuknya agar dia bisa melihat segalanya, termasuk kekasihya itu. Kekasih prianya itu bertanya padanya, "Karena sekarang kau sudah bisa melihat, apakah sekarang engkau mau menikahiku?" Gadis itu shock bin kaget karena kekasihnya itu ternyata juga buta, dan dia menolak untuk menikahinya.
Pria itu pun pergi dengan berderai air mata, dan beberapa waktu kemudian dia menuliskan surat untuk gadis itu.
"TOLONG JAGA MATA SAYA BAIK-BAIK....."
Ya seperti inilah realita hidup ini. Banyak orang yang memiliki sikap berbeda di keadaan berbeda. Orang seperti ini adalah yang tidak punya prinsip alias pragmatis. Murtadha Muthahari menyatakan bahwa ini adalah gejala marxisme. Wow apaan tuh…(Halah..pokoknya agak g bagus deh..)
Jadi, pragmatis itu orang akan mengubah sikapnya saat keadaan berubah. Hal ini disebabkan sikap awal dianggap tidak memberi keuntungan di kondisi kedua. Orang seperti ini tidak punya komitmen dan hanya mencari kesenangan sendiri. Yo Sakenake udele dewe, ora gelem mikir liyane. Ya contohnya seperti cerita itu.
Pragmatisme harus menjadi perhatian penting bagi kita terutama kaum muda. Nah, ini bisa jadi referensi kita dalam mencari teman. Ketika dalam pertemanan butuh pengorbanan, jangan sampai itu sia-sia karena kita pilih-pilih teman. Sayang kan kalau udah capek-capek trus ngga dihargai…
Sekarang kita pindah perspektif ke dalam diri kita sendiri. Maksud saya ya kita yang harus introspeksi dan jangan jadi pragmatis. Jangan kita menjadi orang yang hanya mencari enaknya sendiri. Ada enak dateng, ngga ada pergi aja. Ya memang ini boleh-boleh saja, tetapi masalahnya adalah apakah kita akan terus hidup seperti itu. Ketidakadaan komitmen dalam diri akan menimbulkan pencitraan yang buruk dihadapan yang lain.
Sebagai contoh adalah sebagian politisi negeri ini. Sekali lagi sebagian bukan seluruh. Karena ada iming-iming gaji yang besar, mereka berbondong-bondong mendafar jadi caleg. Coba presiden bilang kalau jadi DPR itu lillahi ta’ala, ya maksudnya buat beribadah saja, ngga ada gajinya. Mana ada yang mau. Kalau ada pun ya sedikit.
Dosen saya pernah bilang orang pragmatis itu mendekat kalau kita punya uang dan bilang “good boy”, dan pas kita ngga ada duit yang mereka bilang “good bye”.
Ya, sekarang kamu sekalian bisa menilai apakah kita membiarkan pragmatisme tetap menjangkiti diri kita ini. Saya pikir menghindarinya adalah sangat bijak. Seorang dosen pernah bilang bahwa manusia itu hewan yang rasional. Nah, unsur hewan itulah yang menjadi dasar pragmatisme dalam diri manusia. Jadi pragmatisme itu lumrah? Saya jawab YA.
Akan tetapi ingat, manusia punya unsur rasionalitas yang menjadi penyeimbang insting kehewanan yang hanya berorientasi kesenangan dan keuntungan. Hmm.. tulisan yang kayaknya ko’ agak serius yah…, tetapi semoga tetap bisa jadi salah satu acuan dalam menjalani hidup yang setingkat lebih baik. Mumpung masih muda….
*sumber gambar bisa diklik langsung pada gambanrnya (http://www.koran-jakarta.com)
hmm.pernah baca ttg gadis buta ini.
ReplyDeleteJadi pragmatis itu hampir mirip bersikap oportunis ya?
ReplyDeleteaku ga mau jadi pragmatis XD
ReplyDeleteowh good boy--->good bye
ReplyDeleteudah kaya prinsip cewe matre gitu
#ketawa jazz...
semoga jangan deh ya...
Yo Sakenake udele dewe, ora gelem mikir liyane.
(aku tau artinya)hehehe
buat teh fanny:
ReplyDeleteoya sudah, ini buat refreshing aja
buat teh laurentina:
sama saja teh...
buat teh clara:
ReplyDeletehehe sama teh..
buat aby
sama juga ah
buat teh maiank
hahahaaaa wah tahu artinya ya..ya iyalah kan teteh orang jawa juga..
yah salah satu penyakit mental berbahaya tuh, jangan sampai masuk ke diriku moga2. Bisa punya banyak musuh klo ky gt :)
ReplyDeletebener banget kang richo..
ReplyDeletesemoga kita gak termasuk golongan spt itu...amiiin :)
ReplyDeletebuat kang aulawi:
ReplyDeleteamin...
Cerita tentang gadis buta itu udah pernah gw dapet Syid. Tapi emang sedih banget yah kisahnya. Bener2 ga tau diri kalo menurut gw!
ReplyDeletehehe tapi harus tetap pis teh
ReplyDeleteiya orangnya g tau diri
hemmm smg terhindar dari sifat itu ya.
ReplyDeletekisah gadis buta prnh aku kutip jg di tulisanku ^^
kisah yg inspiratif ya....
buat teh senja:
ReplyDeleteya semoga teh..
buat aby:
Sama sama
buat freedom:
ok udah
yup, bener banget, pragmatisme emang sifat yang wajar ada dalam diri manusia, cuman emang harus dikendalikan..
ReplyDeletekalo dalam teori komunikasi, itu masuk teori pertukaran sosial. dimana setiap manusia mempertimbangkan untung rugi yang diterima saat berhubungan dengan orang lain..
wah dapat teori baru nih..thx yah
ReplyDelete