Freakonomics (Forbes.com) |
Beberapa fenomena yang mereka angkat adalah soal persamaan guru SMA di Amerika dan pegulan sumo, soal persamaan agen real estate dan Ku Klux clan yang meresahkan di dunia Barat, soal mengapa geng-geng penjual narkoba masih tinggal dengan ibu mereka, soal kemana para kriminal menghilang, dan soal menyoal pengasuhan anak termasuk apakah orang tua punya pengaruh dan mengapa penamaan anak-anak punya karakter-karakter tertentu.
Kedua penulis memang membahas banyak hal di buku ini. Semuanya adalah fakta dan hampir sama sekali menafikan teori ekonomi. Kalaupun ada, teorinya mungkin sangat mendasar bahwa manusia hidup dan berkarya adalah karena insentif. Tak ada sesuatu yang benar-benar sukarela, tak ada yang tak berbalas!
Contohnya saja, rupanya aksi curang guru-guru SMA menaikkan nilai anak didiknya bukan semata-mata mau mensukseskan anak-anak itu. Nama dia guru itu dipertaruhkan, sekolah pun juga. Sementara pesumo melakukan deal-deal di belakang dalam pengaturan hasil pertandingan karena punya bisnis dengan bandar judi atau mau menjaga superioritas antar kasta.
Sekarang mari menengok fenomena geng-geng penjual narkoba di daerah selatan AS yang rupanya unik. Ini adalah usaha franchise yang manajemennya timpang sekali. Beberapa bos besar akan mendapatkan pendapatan 50 persen lebih dari total keuntungan, sementara sisanya dibagikan pada ribuan penjaja yang berisiko mati di jalanan. Tapi mereka setia hidup dengan ibu mereka.
Lalu soal pengasuhan anak, banyak orang tua takut kalau-kalau anaknya terbunuh oleh senjata api di luar sana. Tapi faktanya adalah, pembunuh nomor satu anak-anak adalah kolam renang. Mereka lebih tertarik untuk memperjuangkan pelarangan senjata api dibanding pembangunan kolam renang yang tak punya alat keamanan, pagar misalnya.
Nah, yang paling menarik adalah soal aborsi dan kriminalitas. Tak banyak orang bisa berpikir rasional soal ini. Jadi, aborsi sebenanya adalah alat ampuh untuk mengurangi kriminalitas. Kalau kau berpikir seseorang melakukan aborsi lalu besoknya jumlah kriminal berkurang, bukan begitu cara berpikirnya.
Biasanya, orang yang melakukan aborsi adalah mereka yang bermasalah. Bukan berarti mereka itu miskin, tapi masalah yang pelik adalah soal kesiapan, pendidikan, pergaulan dan masalah sosial dan fisik lainnya. Nah, apabila bayi yang mereka kandung itu dibiarkan lahir, potensi mereka menjadi criminal di masa depan adalah sangat tinggi. Jadi dampaknya baru muncul sekitar 20-30 tahun setelahnya.
Pada intinya, saya merasa bahwa kedua penulis ini mengajak pembaca untuk lebih memperhatikan fakta dari pada diskusi panjang tentang mana yang rasional dan beretika dan mana yang tidak. Mereka sangat menghindari soal etika yang sangat problematis bila dikonfrontasi dengan fakta-fakta ini.
Tapi, sekali lagi, karena mereka berdua bilang soal fakta, maka tak ada satu tema yang pokok di sini. Bahkan fakta yang satu bertolak belakang fakta yang lain.
Kita cenderung percaya bahwa pengasuhan dan pemberian nama anak yang baik akan menghasilkan peribadi yang baik dan kesuksesan pada anak tersebut. Nyatanya nama yang baik dan keluarga yang baik bisa berujung anak jadi kriminal, dan nama buruk dan keluarga yang tak beres pun bisa bermuara anak sukses dan berpengaruh.
Pada kenyataanya, kehidupan sosial anak-lah yang jauh lebih mempengaruhi kedua hal itu. Bukan orang tua. Tapi gen orang tua juga berpengaruh. Anak yang di adopsi tak akan pernah sama peribadinya dengan orang tua adopsinya. Bagaimana ini sebenarnya?
Saya hanya geleng-geleng kepala melihat fakta-fakta yang disajikan Levitt dan Dubner ini. Yang mana sebenarnya harus jadi pijakan? Tapi memang seperti preposisinya bahwa ini adalah buku soal fakta. Buku ini baik untuk memperkaya pengetahuan soal ekonomi insentif di kehidupan nyata, tapi mungkin akan tak terlalu sambung dengan negeri sendiri. Kasus-kasunya kebanyakan hanya di Amerika.
Saran saya, jangan sekali-kali berpikir soal etika kalau membaca buku ini. Buang jauh-jauh itu sejenak. Karena, inilah yang menjadi argumen utama buku ini: ekonomi itu berbicara fakta, dan etika itu bicara apa yang seharusnya. Ya, kita sedang membaca fakta, bukan mendiskusikan etika, kira-kira begitu pesannya. Namanya juga freakonomics, ekonomi memang aneh dan sinting (JM).
Judul: Freakonomics
Terbit: April 12, 2005
Penulis: Steven D. Levitt, Stephen J. Dubner
Bahasa: Inggris
jazz tulisanmu sangat menginspirasi :)
ReplyDeletemaksih ya udah mau nulis n berbagi informasi tentang dunia yang kamu ketahui,,aku sering lho baca tulisan kamu,,,
tetap semangat berkarya dan tulisan tulisanmu sangat bermanfaat buat banyak orang,,,
Makasih Ainy! Senang kalau informasinya berguna! Sip, aku akan terus nulis...
DeleteFreakonomics, haha ada2 aja bung
ReplyDeleteHahaha, yo enek lah Pak Dhe
Delete