ilustrasi (images.plurk.com) |
Mau apa lo
Hyaaaa…
Hyaa….ciatt, ciatttt
Kadang saya melihat acara berita itu miris. Ada berita tentang anak muda ya masih SMA, tawuran. Saling lempar batu, saling pukul, saling ejek, aduh apalagi…
Yang sangat membuat saya gelisah itu ketika mereka berkelahi menggunakan seragam sekolah. Dalam pikiran saya, apa anak ini tidak diajarkan etika? Tentu sudah diajari. Inilah yang membuat pendidikan di negeri ini menjadi ironis. Kamu tahu maksudnya?
Setahu saya pendidikan mengajarkan cara hidup yang bersahaja, bermartabat dan yang penting damai. Damai tentu mengandung makna ketentraman dalam menjalin hubungan dengan yang lain. Ya dasar manusia kan makhluk sosial, jadi have a relationship dengan orang lain itu wajar, bahkan mungkin wajib, wajib ain. Kayak ibadah aja mas…
Tapi di lapangan, nyatanya banyak terjadi perbedaan. Apa yang diajarkan dalam pendidikan ternyata tak dipraktikkan. Inilah yang saya sebut ironis. Berbeda antara konsep dan implementasi. Yang lebih membuat ironis lagi adalah tawuran pemuda itu terjadi antar sesama warga Indonesia. Aduh, masalah Indonesia itu banyak, Mas, jangan nambah masalah lagi donk….Huh…
Sebenarnya apa yang tawuan itu sadar akan hal ini? Aku yakin mereka tahu. Tapi keinginan untuk melaksanakan apa yang telah mereka ketahui itu belum dilakukan. Tentu banyak faktor yang menyebabkannya. Kejiwaan yang labil pada pemuda mugkin menjadi penyebab utamanya. Mereka mudah tersinggung. Tapi juga suka menyinggung. Irons lagi kan?
Saya ingat pesan Aa Gym, kalau kita mau hidup damai dan tentra serta aman jaya, jangan mudah tersinggung, juga jangan mudah menyinggung. Mudah kan? Ya bagi saya hidup itu sedikit masa bodohlah. Tentunya masa bodoh yang positif.
Selain itu, bagi saya, mungkin mereka tak pernah tahu perjuangan para pahlawan dalam merebut kemerdekaan. Boro-boro tawuran, penjajah sadis masih berkerkeliaran. Mereka tak pernah bersibuk diri saling singgung sesama warga Indonesia. Yang ada di pikiran mereka hanya bagamana bangsa merdeka. Ingat, kemerdekaan bangsa ini juga berkat sumbangsih pemuda.
Mereka itulah,meminjam istilah Anies Baswedan, adalah pemuda yang tutas. Pemuda yang tuntas dengan urusan pribadinya. Tak ada dipikiran mereka, urusan-urusan diri yang individual. Semangat mereka adalah bagaimana bangsa ini bersatu. Saharusnya itu yang kita contoh saat ini.
Bahkan Bung Karno pernah berseloroh bahwa ia bisa mengguncang dunia kali bersama pemuda. Ini berarti beliau mengerti betul bahwa pemuda ini adalah asset bangsa yang berharga. Eh..kitanya malah memble…
Pendidikan telah member kita bekal etika. Etika yang penuh nilai-nilai yang berbudaya. Kalau terus membuat keonaran, bagi saya, kasihan sama pejuang zaman kemerdekaan itu. Kalau saja mereka masih hidup, tentu mereka menangis dihadapan kita. Menangisi ke-bodoh-bin-bego-an kita karena tak punya etika dan penghargaan atas jasa pahlawan.
Mari mengisi masa muda dengan hal-hal yang bermanfaat buat bangsa dan negara. Sepuluh sampai lima belas tahu ke depan adalah milik kita. Kalau tak ada bekal, mau jadi apa? Bangsa Indonesia telah menitipkan maa depan ini pada yang muda.
Maka dari itu, mulai dari sekarang, mari kita bekali diri dengan ilmu dan sikap yang beretika demi bangsa.