gigi-kelinci.blogspot.com |
Orang baik donk…
Eh, kan sama saja, mau baik, maua jahat, ‘kan mati juga?
Hmmm…?? (garuk-garuk kepala yang tak gatal)
Pertanyaan yang agak menngelitik untuk dijawab adalah lebih baik jadi orang baik atau jahat kalau toh sama-sama mati. Lagi pula, kalau memlih baik, tak ada jaminan kalau matinya juga baik. Banyak juga orang baik yang mati terbunuh. Lihat saja Umar bin Khattab yang merupakan pemimpin tangguh umat Islam, yang menjadi khalifah kedua, mati dibunuh. Apalagi kalau melihat kisah Jesus. Dilantik sebagai utusan Tuhan, dan telah bersusah payah menebarkan kasih sayang pada umantnya, eh…sama ‘oknum-oknum’ yang tak bertanggung jawab malah disalib.
Lalu bagaimana seharusnya? Masa harus jadi orang jahat?
Kalau saya tetap memilih jadi orang baik. Bagi saya menjadi orang baik tetap untung meskipun nanti dengan orang jahat juga sama-sama mati. Kata pepatah, gajah mati meninggakan gading, kalau harimau mati meninggalkan belang, dan manusia mati meninggakan nama. Hubungannya, Mas?
Okelah, kita akui bahwa orang baik dan jahat sama-sama mati, tapi kematian orang jahat dan orang baik jelas memiliki perbedaan efek yang signifikan. Kalau bahasa ilmiahnya, tingkat differensiasi antara yang baik dan jahat tetaplah tinggi. Orang jahat mati akan meninggalkan nama yang buruk. Bahkan, kadang kala nama buruk menimpa keturunannya, meski sebenarnya tak mewarisi sikap bejat pendahulunya. Kasihan kan?
Coba kamu ingat nama Fira'un. Pastinya yang berkecamuk di kepalamu adalah segala sikap buruknya. Kekejamannya menindas kaum marjinal begitu mudah ditemukan. Sebut juga Nero, seorang kaisar Roma yang tak pandang bulu ingin menghancuran kaum intelektual renaissance.
Tapi orang baik berbeda sekali. Kebaikan budinya akan dikenang dunia. Ia akan dicatat sejarah sebagai orang yang memiliki kontribusi meski sekecil apapun. Sebut saja nama Muhammad Saw, seorang nabi yang meninggal lima belas abad lalu itu hingga kini masih diingat terus perjuangannya memperjuangkan agama yang dibawanya. Sebut saja Sir Issac Newton yang dikenal karena sistem gravitasi yang ia temukan. Sebut saja Mahatma Gandhi yang terus diingat dunia karena perjuangannya melawan kekerasan di tanah Hindustan.
Hidup orang baik dan buruk itu mungkin tak genap satu abad, apa yang ia lakukan terus diingat hingga dalam jangka waktu yang melampaui umur aslinya, dan mungkin sepanjang masa.
Inilah konsep yang biasa disebut, oleh Nurcholish Madjid, bernama 'reputasi'. Jadi kalau orang mati itu meninggalkan reputasi. Dan, umur reputasi jauh lebih panjang dari umur yang punya.
Bahkan, bagi Cak Nur, reputasi itu bahkan menandakan balasan macam apa akan diterima seseorang ketika sudah mati. Saya sendiri adalah anak yang percaya akan kehidupan sesudah mati. Dan saya kira, bagi orang yang beriman, maka memercayai kehidupan setelah mati adalah keniscayaan. Dengan pendapat Cak Nur tadi, maka logislah kenapa di berbagai Kitab Suci diceritakan bahwa kehidupan di dunia ini akan berlanjut.
Bagi yang suka korupsi, yang suka nilep harta, yang suka ngerampok, mbok ya ingat mati. Nanti kalau reputasinya jelek, terus disiksa sama malaikat di alam kubur. Hayu….Mau-mau?
Maka, menjaga reputasi adalah keharusan bagi kita semua. Ya, saya sih ngga mau kalau nanti saya dikenang jadi koruptor gitu.. apalagi nanti anak cucu saya terkena imbasnya..ih, amit-amit.
Saya sih ngga mau kalau reputasi saya jelek, jadi kesimpulannya: Ngga usah jadi orang jahat!