Tuesday, November 19, 2013

Konsekuensi Negatif Apa Positif?

Halaman depan kosanku
Sepagi tadi rasanya mata pedih. Soalnya bukan apa-apa, seketika aku membuka pintu kosan, bukannya kesejukan atau keramahan pagi yang menyapa, tapi sampah bekas ranting dan dedaunan pohon belimbing. Tinggi dan rindangnya pohon ini, ternyata bikin juga banyak sampah, apalagi musim hujan begini.

Aku sedikit diam. Ini sampah semua mau diapakan?

Akhinya aku putuskan untuk mengambil sapu dan sedikit demi sedikit, halaman depan kosan nampak bersih kembali. Sejenak duduk, aku senang melihat suasana kembali bersih. Tapi kemudian aku berpikir, pohon yang rindang ini rupanya punya sebuah dampak negatif: sampah ranting dan dedaunan yang banyak.

Aku kemudian terus berpikir. Apa ini benar-benar konsekuensi negatif?

Aku kemudian teringat pernyataan seorang Jusuf Kalla ketika menghadapi isu asap hutan Indonesia yang sampai ke tetangga. Ketika itu orang akan memprediksi kalau pemerintah Indonesia akan segera meminta maaf untuk menjaga hubungan baik. Alih-alih meminta maaf, JK malah bilang buat apa meminta maaf. Mereka menikmati udara segar dari hutan topis Indonesia sepanjang tahun tak pernah terima kasih. Tapi kini beberapa hari mereka terkena kabut yang belum tentu karena ulang orang Indonesia sendiri, mereka sudah marah-marah.

Kalau kupikir lebih dalam, rupanya sepanjang musim kemarau lalu, pohon belimbing ini sudah beri keteduhan yang membuat halaman kosanku nyaman. Teriknya panas menyengat musim kemarau Jakarta terkenal sedikit memberatkan. Tapi rupanya manfaat keteduhan yang selama ini aku dan kawan-kawanku rasakan tak pernah bersyukur untuknya.

Jadi apa ini konsekuensi negatif? Tentu ini tak mengenakkan. Tapi bukannya inilah dunia itu? Tak semua akan memberikan sesuatu seperti yang kita inginkan.

Pohon rindang memberi keteduhan, tapi guguran daun dan rantingnya tentu buat kita sedikit bermuram. Makan ice cream tentu mengasyikkan, tapi gigi berlubang dan kegemukan tentu jadi ancaman. Banyak hal yang menyenangkan ternyata punya konsekuensi yang tak kita senangi, seringkali juga mengecewakan.

Tapi mari lebih dipikir lebih dalam. Halaman yang kotor akhirnya membuatku bergerak untuk bersih-bersih. Seusain menyapu, ternyata bukan hanya halaman saja yang bersih, tapi aku dapati badanku lebih sehat, hitung-hitung menyapu itu olahraga. Juga, ini buatku tak malas-malas amat.

Jadi apakah ini sebenarnya konsekuensi negatif? Sepertinya iya. Sebab dunia ini tentu punya keseimbangan. Tapi semua berakhir pada bagaimana kita memaknai. Sebab, konsekuensi yang kita bilang negatif itu pada akhirnya memacu kita untuk berbuat seusatu yang lain lagi dan belajar sesuatu lagi.

Mungkin aku akan menyebutnya konsekuensi positif saja. Bagaimana dengan soal keseimbangan hidup? Itu soal mudah saja. Sebab pada intinya positif, negative, seimbang atau tak seimbang, semua terganutng bagaimana kita memaknai, hanya sebatas di pikiran saja, tapi itu penting sekali.

1 comment:

  1. Walah dari duduk lihat daun aja bisa jadi tulisan :D
    Namanya manusia ya kalo yang jelek2 aja pasti dipikirin duluan, yang positif2 dianggap wajar.. sama kaya rindang pohon dan daun keringnya itu

    ReplyDelete