Friday, March 26, 2010

Si Tukang Sol Sepatu

Sepatuku sudah robek. Kalau dipakai sepertinya menganga. Kalau orang jawa bilang sepatu mangap, luwe alias kelaparan. Kalau dipakai, tanpa perintah menebar aroma paling memuakkan dan akan membuatku tak kuat makan berjam-jam. Aku sendiri pusing kalau harus memakainya.

Sudah tiga hari ini aku masih bisa bertahan. Tapi sepertinya sudah tak bisa lagi. Tak kuat lagi aku. Harus dijahit ini. Saatnya aku cari tukang sol.

Kata temanku, biasanya ada tukang sol yang lewat depan kosan. "Sol patu! Sol patu!" Pada tu-nya nadanya agak naik dan tertahan di atas.  Memang begitu kira-kira si tukang memanggili pelanggannya. Memang lucu kedengarannya, dan bahkan jadi iklan sebuah minuman. Tapi itu senjata si tukang sol. Senjata untuk berkonfrontasi dengan realitas hidup.

Kemarin Acong, temanku dari kamar sebelah, menjahitkan sepatunya. Hampir dua jam sepatunya dijahit. Sebenarnya bukan jahitnya yang lama, tapi bincang-bincang tetek bengek-nya yang buat lupa waktu. Dan karena aku sok bersahabat dengan Acong, aku terjebak dalam bincang ngalor ngidul nan tak bertema itu.
****

"Berapa bang jahit ginian?" Acong nyerocos. Sementara si tukang asih asyik dengan jahit menjahitnya.

"Sepuluh ribu, Mas?" si tukang menyahut cepat.

"Ngga kemurahan itu, Bang?"

Si tukang menggeleng. Tanda itu memang tak kemurahan. Tapi aku tahu, Acong itu belagak saja. Sok punya uang saja. Padahal aku tahu, ia hanya punya uang segitu. Aku juga. Maklum, anak kosan. Aku hanya diam, sejauh tak terjadi kekerasan.

"Ya, inikan di Jakarta, Bang, masa segitu cukup? Ya dua puluh ribu gitu..."
Sekarang aku yang geleng-geleng. Aku agak ketar-ketir. Acong telah melakukan blunder. Kesalahan fatal bisa terjadi. Yang aku takutkan, kalau uang dia tak cukup, bisa jadi korban aku. Jadi korban utang.

Tapi untung, si tukang menggeleng. Ia tak setuju tawaran Acong. Ah, selamat.

"Ya jaga langganan, Mas..."

"Emang berapa dapatnya biasanya sehari?"

"Ya ngga tentu, Mas, bisa dapat banyak, bisa ngga dapat sama sekali..."

"Ngga dapat sama sekali? Emang kalau paling banyak dapat berapa?"

"Sempat dapat seratus, tapi jaraaaang sekali. Seringnya sih dapat lima puluh..."

Tanpa komando, aku dan Acong memadu suara, "Ooo...."

"Ngga kurang, Bang, segitu? Punya keluarga?" ganti aku yang tanya.

"Ada, ada anak sama istri. Ya kalau rejeki udah ada yang ngatur, Mas. Ya kalau segitu sih, cukup buat sehari lah. Di Jakarta mahal, Mas."

Kami diam sejenak. Merasa lebih beruntung karena makan masih terjamin. Kiriman orang tua masih rutin, meski pas-pasan. Si tukang masih setengah kerja. Sepatu kiri Acong belum disentuh. Sejenak menjahit yang kiri, si tukang kini ganti yang menanya kami.

"Mas, sekolah, kuliah?"

"Kami kuliah, Bang.."

"Wah beruntung ya, Mas-mas ini. Ya kalau kuliah yang sungguh-sungguh saja, Mas. Nanti biar bisa jadi orang sukses. Kalau jadi orang kecil kayak saya tuh, susah," sambil terus menjahit, si tukang masih berujar, "Oya, mas, nanti kalau jadi orang, jangan korupsi mas. Kasian orang kecil. Cari duit itu susah lho, Mas. Ee..h..malah di korupsi... mendingan dikasih orang-orang kayak saya, Mas, kan ya?"

Kami berdua hanya manggut-manggut. Pertanda kalau dua orang mahasiswa mengiyakan petuah-petuah singkat bagai kultum si tukang sol.

"Jangan jadi pejabat, Mas! Saya dengar banyak yang korupsi. Kalau jadi pejabat terus korupsi, mendingan jadi tukang sol saja, Mas... Ha...ha..ha...!"

Kami berdua bingung mau ambil sikap apa. Perasaan tak ada yang lucu. Dengan rasa hormat dan penuh memaksa, kami ikut tertawa saja, Ha...ha...ha...
****

Ah, dari tadi si tukang sol ternyata tak lewat-lewat. Sudah satu jam aku menunggu. Sepatuku perlu di rawat ini.

Satu jam setengah. Tetap tak ada tanda-tanda. Sepertinya tak kan muncul.

Hingga dua jam berlalu. Benar, si tukang sol tak lewat juga. Aku harus relakan dulu sepatuku meradang menganga. Sedikit jengkel aku. Bukan karena sepatuku, tapi karena mengingat tukang sol, aku ingat kemarin ternyata Acong tak pegang uang, jadilah aku korban. Sial!
****




*sumber gambar bisa diklik langsung pada gambanrnya



16 comments:

  1. Wah, dari tukang sol sepatu kita bisa belajar banyak yah. salah satunya adalah mensyukuri. Wakttu ditanya cukup kahpenghasilan yang didapat buat menghidupi anak istri? Beliau menjawab cukup, walopun apa2 di Jakarta mahal, tapi Beliau percaya bahwa rezeki setiap orang sudah diatur oleh Sang Pemilik Hidup.

    Btw sepatunya udah di sol belum Syid???

    ReplyDelete
  2. uaah... pagi pagi langsung dapet postingan yang inspiratif ^_____^ mkashy...

    moga tukang sol sepatunya cepet dateng heheheee....

    ReplyDelete
  3. buat teh Zul
    belum teh..belum beres, masih mangap

    hehe itu tuh cuma imajinasi kok..

    buat teh elok
    aduh udah mandi belum? hehe
    amin2 semoga cepet dateng ya.....

    ReplyDelete
  4. piye mas?? sepatune masih "luwe"??
    wah, podo kasuse soal sepatu. Sepatuku sih gak "menganga" tapi belah nih solnya, aneh! mau dibuang sayang. Tar kalo tukang sol sepatu lewat, titip ya...hehe..(disini udah gak pernah liat lagi tukang sol sepatu lewat depan rumah).

    ReplyDelete
  5. hahahaha.....
    yaudah dibawa ke jakarta aja kang

    sini aku kasih ke tukang solnya...

    ReplyDelete
  6. di malang mah cuma 5rb kalo nge.sol! hahaha

    ReplyDelete
  7. Salut sama tukang sol sepatu itu..
    tidak seenaknya sendiri menentukan harga.. kadangkan ada tuh yang asal meminta upah..

    ReplyDelete
  8. buat miss kemayu
    yaudah, ke malang aja dulu kalau sepatunya rusak
    gitu aja kok repot..

    buat teh ieyas
    itu marketing yang baik teh
    buat inspirasi pedagang kecil, biar bisa jaga langganan

    ReplyDelete
  9. jangankan dijakarta di banjarmasin aja susah cari duit

    mas sekarang kulliah semester berapa?

    n sepatunya udah dijahit belum?

    saya ada tugas tag ni buat mas kerjakan yaaaa

    ReplyDelete
  10. waah makasih infonya

    hehe sepatu lum dijahit hehe

    ReplyDelete
  11. aku baru kelas 1 aliyah mas

    ok kerjakan yaaa

    ReplyDelete
  12. Walah walah,,,,

    sepatuku yang satu ga kepake gara2 udah mangap2
    ntar kalo ada sol sepatu lewat
    panggil ya Cid

    Hehehe,,,,

    tidak banyak orang kecil yang berusaha dengan jujur,
    tapi tidak sedikit juga orang besar yang yang korupsi,,,

    lebih baik duit korupsi dari orang besar dirampok aja buat rakyat kecil,,,
    kayak ceritanya siapa yaaa???

    ReplyDelete
  13. wah itu kayak cerianya sunan kalijogo

    yo to..???

    hehe
    semoga sukses orang kecilnya..

    ReplyDelete
  14. sepatune di masakin bubur lem ama kerupuk benang dulu klo gt heheh

    ReplyDelete