Thursday, December 22, 2011

Mozaik dari Fargo (4): Menjadi Manusia Sejati

with pak susilo at the home-coming parade
Sebenarnya menjadi orang baik syaratnya cuma satu: berperilakulah yang baik. Tapi apa semua orang akan setuju dengan apa yang kita anggap baik? Atau malah menganggapnya buruk setengah mati? Masalahnya adalah setiap orang punya standar nilai dan pengetahuan yang berbeda untuk menilai sesuatu: baik atau buruh, benar atau salah.

Perbedaan atau keragaman dalam kehidupan adalah anugerah Tuhan. Percaya atau tak percaya, tak akan ada orang yang punya pikiran sama persis. Tak ada pula orang paling pintar sebab terlampau banyak pengetahuan yang di dunia ini yang harus diketahui. Maka dari itu, jadi orang terbuka saja. Nikmati saja hidup, dan tak perlu membesar-besarkan perbedaan. Bahasa Inggrisnya, just walk it off, enjoy our life.

Perbedaan biarlah jadi sumber pengetahuan, persamaan biarlah jadi penyambung persaudaraan.

Januari – April 2011
Setelah aku selesai wawancara untuk Global Ugrad, kuliah berjalan seperti biasa. Tapi, karena ini semester terakhirku, maka aku tak punya banyak mata kuliah. Hanya tiga mata kuliah. Aku hanya masuk Senin dan Selasa, selebihnya, aku fokus untuk berorganisasi. Lagipula, aku sudah tak terlalu memikirkan apa yang harus aku lakukan setelah seleksi wawancara Program Global Ugrad usai.

Namun seminggu setelahnya, aku dapati telponku berdering ketika aku masih bertugas menjaga stand Paramadina di sebuah SMA. Kala itu aku bersama Nyonyah Liz dan kawanku, Eci. Kira-kia akhir Desember.

“Ya, ini Muhamad, ada yang bisa kubantu?” ini caraku biasa menjawab dari no telpon yang tak ada dalam phone book-ku. Kalau teman yang telpon jawabnya, “Apaan?!”

“Ohya, Muhamad kamu nominasi untuk masuk program Global Ugrad 2011-2012. Nah, yang perlu kamu lakukan adalah merevisi surat rekomendasi karena kamu pakai form yang salah. Lalu terjemahan ijasah. Lalu kamu akan test TOEFL lagi, yang iBT, pada akhir Januari,” kata Mbak Mita, yang menelponku waktu itu.

Kawan, just FYI, TOEFL iBT adalah TOEFL internet based test yang merupakan versi terbaru dari test ini.

Aku langsung memutar otak. Aku cuma punya waktu satu bulan untuk menyiapkan itu semua. Akhirnya aku rencanakan semuanya secara matang dan yang pertama aku lakukan adalah dapatkan terjemahan ijasah.

Kala itu aku bayar 55 ribu untuk ini. Penerjemahnya biasa disebut penerjemah tersumpah atau sworn translator. Kalau kau penasaran dengan ini, kau bisa google.

Sebenarnya aku kontak adikku, Faqih al Adyan yang kebetulan ada di Blitar untuk memintakan legalisasi terjemahan yang aku buat, sesuai contoh yang kudapatkan dari Eko, kawanku. Namun karena SMA-ku, SMA 1 Blitar, ini yang aku sayangkan, mempersulit proses ini, aku tak jadi dapatkan itu.

Aku minta adikku untuk temui Tatik Sensei untuk menandatangani perbaikan surat rekomendasi. Akhirnya aku dapatkan juga. Lalu perbaikan dari Bu Iin dan Bu Prima datang kemudian. Yang dari Bu Prima aku dapatkan dari beliau saat liburan. Beliau menyempatkan mampir ke kampus untuk memberikan itu padaku. Aku sangat berterima kasih pada keduanya.

Aku tes TOEFL saat liburan kampus. Sebelum aku masuk tempat tes, yang ada di daerah Mangga Dua square, aku latihan tes bersama kawanku, Sendi Maulana Saleh. Ia biasa dipanggil Sendi atau juga “Ibu” karena pada dasarnya ia adalah manajer asrama.

“Sen, kau bacakan pertanyaannya, aku nanti jawab dalam semenit, okay?” pintaku.
“Okay, no problem!” jawabnya dengan akses bahasa Inggris yang selalu terdengar unik.

Aku berlatih untuk speaking karena di tes TOEFL iBT terdapat tes semacam itu. Aku harus jawab satu pertanyaan dalam 50-60 detik. Hah, ini benar-benar menyulitkan! Tapi aku sampaikan terima kasih banyak untuk Sendi karena mau meluangkan waktunya untuk melatih anak bodoh yang bermimpi ke luar negeri ini.

Aku ambil test. Cukup menegangkan. Hampir empat jam aku di dalam ruang test memandangi layar komputer. Aku tak berharap banyak dengan ini. Setelah selesai, ya sudah pulang.

Pada 9 Februari 2011, aku dapat sebuah email bahwa nilaiku telah keluar. Aku dapatkan 81 out of 120. Ya lumayan bagiku tak buruk juga tak terlalu baik. Aku kirimkan email ke Mbak Mita tentang ini.

“Terima kasih sudah menginformasikan skor anda. Kami akan mencatatnya,” begitu jawab Mbak Mita di email.

Setelah itu, aku sadar bahwa itu email terakhir yang aku terima dari dia. Karena sebulan lebih setelah itu, tak ada tanda-tanda. Sepertinya berakhir. Aku buka email setiap hari, berharap akan ada pemberitahuan. Tapi nihil. Ya sudah. Mungkin takdirnya sampai di sini.

Oh, Kawan, di akhir tahun 2010, aku terpilih menjadi ketua Dewan Keluarga Masjid atau yang lebih keren di sebut DKM. Organisasi ini merupakan organisasi yang bergerak dibidang religiusitas khususnya bagi mahasiswa. Aku akan mengemban tugas ini selama satu tahun ke depan.

Tugasku? Aku tak pernah bisa mendefinisikannya dengan baik. Tetapi pada dasarnya kami, semua anggota DKM, bertugas adalah menjaga warna religiusitas kampus Paramadina. Banyak kegiatan yang kami lakukan untuk menunaikan tugas ini. Aku tak akan banyak bicara detail tentang satu-satu kegiatan yang telah kami lakukan.

Yang ingin aku bagi adalah apa yang ingin aku lihat DKM, sebagai organisasi religius, nanti satu tahun ke depan, aku mungkin juga sepuluh tahun ke depan. Mengapa hal ini? Aku tak tahu, tetapi bagiku, inilah yang “meresahkan” diriku.

Apa yang kau pikir tentang organisasi religius atau kerohanian di kampus? Anak-anak muda yang jarang pakai jeans—celana di atas mata kaki kalau perlu? pelihara jenggot—mencukur kumis? sering pakai istilah-istilah Arab (ana, akhi, ukhti, dll)? tak pernah salaman antargender? Pengajian? Orang-orang yang suka “kutap-kutip” ayat? Atau ada yang lain?

Itu semua adalah pandanganku sendiri. Bisa salah satu, salah dua, juga salah semuanya. Jadi jangan terlalu ambil pikir. Tapi bagiku, aku ambil pikir sekali. Kesan-kesan itu semua membuat organisasi religius yang ada di kampus jadi semacam camp konsentrasi yang tugasnya mengarahkan mahasiswa untuk menjadi “Muslim sejati” yang taat akan “Qur’an dan Hadits”. Tapi apa Muslim sejati?

Apa yang kau pikirkan tentang menjadi manusia sejati? Akan banyak jawaban yang muncul. Mulai dari bapak yang sayang suami, anak yang taat orang tua, sampai presiden yang mengayomi rakyatnya, dan masih banyak lagi. Pertanyaannya, bisakah kita melakukan itu semua? Bisa, tapi apa jamin semua orang akan suka dengan segala tindakan yang kau anggap sejati?

Begitu juga dengan Muslim sejati, atau juga Kristen sejati, atau juga Hindu sejati, atau apapun yang sejati-sejati. Akan banyak kriteria yang harus dipenuhi. Orang akan juga banyak pendapat dengan ini. Aku punya kriteria, kau punya kriteria, orang lain punya kriteria.

Di dalam Islam, agamaku, sering dikatakan apabila kita tak menemukan penyelesaian sebuah masalah, maka harus dikembalikan pada sumber yang paling otentik, yakni Quran dan Hadits. Nah, ini yang sering dikumandang-kumandangkan oleh kebanyakan organisasi religius di kampus.

Yang aku sering temui, mereka sering membacakan ayat Quran atau juga cuplikan Hadits dalam pembicaraan. Lalu dengan itu men-judge sesuatu, baik sesuai atau tak sesuai dengan dua sumber itu. Kalau sesuai, baik kau temanku; kalau tak sesuai, maaf sepertinya Islam kau kurang, dan atau sepertinya kau bukan temanku.

Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, katakanlah, Kitab Suci menurut siapa? Seorang temanku seringkali bilang, “Maaf, ini tak sesuai dengan Hadits, maaf ini tak sesuai dengan Quran!” Dengan dihiasai nadanya yang sok tahu, lalu ditambah dengan “akhi-akhi-nya”, ini tak membuatku “tercerahkan”, tapi malah jengkel!

Baiklah, aku terima saja perkataan itu, tapi bagaimana dengan orang lain yang juga bilang bahwa pemikiran mereka sesuai dengan Quran dan Hadits? Orang konservatif bilang kalau mereka sesuai dengan Quran dan Hadits, orang moderat bilang kalau mereka sesuai dengan Quran dan Hadits, orang tradisionalis berkata kalau mereka sesuai dengan Quran dan Hadits, orang liberal juga bilang bahwa mereka sesuai dengan Quran dan Hadits. Lalu siapa yang benar sesuai dengan Quran dan Hadits? Adalah kau bertanya itu di kepalamu?

Jawabanku, menurut apa yang sejauh ini aku pelajari, dan setelah aku bertanya pada hati nuraniku, maka yang paling sesuai dengan Quran dan Hadits adalah Quran dan Hadits itu sendiri! Yang paling Islam ya Islam itu sendiri.

Nah, ketika kita telah bilang sesuatu tentang keduanya, maka yang adalah adalah gabungan kapasitas pengetahuan kita dengan apa yang tertulis pada keduanya. Mau tak mau, itu pasti terjadi. Sebab segala apa yang kita katakan adalah sebuah tafsiran atas sesuatu yang kita reka ulang dalam pikiran yang prosesnya melibatkan kapasitas ilmu pengetahun, pengalaman, dan tingkat kecerdasan seseorang dalam bidangnya masing-masing.

Oleh karena itu, menjadi manusia dengan berkewajiban menuntut ilmu hingga mati, seperti yang dikatakan Nabi Muhammad Saw, adalah peryataan paling logis, bagiku. Sebab pada dasarnya tak ada sesuatu di dunia ini yang paling benar. Yang ada adalah hampir benar, dan dengan ilmu pengetahuan, orang akan berproses untuk menuju kebenaran sejati yakni Allah, Tuhan semesta.

Tapi semua itu, tak sedikitpun mengurangi kebanggaanku terhadap apa yang aku yakini saat ini. Menjadi seorang Muslim bagiku adalah terbaik bagiku. Dibesarkan dalam keluarga Muslim, tentu akan muncul sebuah pernyataan bahwa aku hanya mewarisi agama ini dari nenek moyang. Tak salah.

Namun, dalam prosesnya, aku temukan bahwa ini pilihan terbaik yang ditunjukkan oleh Tuhan padaku karena dengan ini semua, kenyamanan dalam hidup aku dapatkan. Karena pada dasarnya, beragama adalah berlatih untuk membangun komitmen dengan diri sendiri, yakni komitmen terhadap hati nurani yang merupakan satu-satunya sumber kebaikan di dunia ini yang diletakkan oleh Allah dalam hati setiap manusia.

Tentang orang yang punya pendapat lain? Punya agama lain? Masa bodoh! Asal tak bikin masalah, atau malah mendukung ketentraman dan kedamaian dalam masyarakat, ya sudah. Buat apa sih hidup sekali cuma buat ribut soal perbedaan?

Atau pada orang yang menganggapku aneh dengan apa yang ada di pikiranku? Itu bukan masalahku, itu masalah mereka.

Nah, Kawan, dengan berbekal itu semua, aku ingin membawa DKM menjadi sebuah organisasi yang dapat membangun setiap anggotanya memiliki kebanggaan terhadap kehidupan keagamaan (religousity) juga tentu kebanggaan sebagai bagian dari DKM. Mereka tak akan malu menjadi anggota sebuah organisasi religius sambil terus bergeliat dan berkarya di tengah-tengah masyarakat khususnya lingkungan mahasiswa. Mengapa?

Kebanggaan ini tentunya akan disertai dengan sikap terbuka atas semua perbedaan yang ada, khususnya di kalangan mahasiswa. Sikap keterbukaan ini akan membawa setiap anggota DKM seperti keranjang besar yang dapat menerima informasi apapun baik yang positif maupun negatif.

Keterbukaan ini juga akan mengakomodasi segala perbedaan dan memunculkan penyikapan yang santun dan cerdas, tak terburu-buru, santai, penuh penghargaan, dan kalau perlu disikapi dengan humor.

Selain itu, kebanggaan terhadap DKM akan menjadi penyaring mana pengetahuan yang kelak akan dapat dimanfaatkan dan dikembangkan lebih lanjut, dan mana yang perlu disikapi dengan hati-hati.

Dengan ini semua, menjadi seorang yang beragama bukan berarti harus mengisolasi diri pada sebuah kelompok kecil, atau membentuk masyarakat sendiri, yang homogen, dan sayangnya ini tak mungkin, yang pada akhirnya hanya menambah parah stereotype buruk yang ada.

Menjadi seseorang yang beragama berarti menjadi insan yang terbuka di tengah masyarakat, penuh penghargaan terhadap kenyataan dan perbedaan, namun teguh dan bangga terhadap keyakinannya, tanpa perlu memandang rendah, dan memang sangat tak perlu, pada yang lain.

Beberapa kegiatan akhirnya dapat terlaksana dengan baik berkat kerjasama seluruh anggota DKM. Di antaranya adalah pengajian bulanan yang kemudian di kemas menjadi MONDY atau Monthly Study. Pengajian ini dibuka untuk semua mahasiswa. Mereka bisa datang dengan bagaimanapun, dan dari background apapun.

DKM juga menyelenggarakan seminar tentang indigo dalam perspektif Islam. Kawanku, Suharyanto, menjadi inisiator kegiatan ini. Ada juga wakaf buku 2011 dan Betis Barab atau Belajar Gratis Bahasa Arab. Betis barab ini di laksanakan karena termotivasi oleh pernyataan Cak Nur bahwa sebagai Muslim, setengahnya adalah bahasa Arab.

Pada 2011, DKM juga menunjukkan konsen-nya dalam ilmu pengetahuan praktis melalui acara Wijayanto on Negotiation. Dalam acara ini Pak Wijayanto, Deputi Rektor Pramadina, memberikan wawasan baru dan “langka” bagi mahasiswa tentang bagaimana membangun ketrampilan bernegosiasi dengan orang lain dan kemudian membangun network.

Kemudian DKM menggagas The Home of Science, yakni sebuah seminar kecil untuk mahasiswa tentang bagaimana menjadi peneliti. Kegiatan ini dilatarbelakangi semangat membangun kembali budaya penelitian yang beberapa abad lalu sukses dinahkodai oleh Bait al-Hikmah milik daulah Bani Abbasyiyah.

DKM juga akhirnya dapat membangun kerjasama dengan pihak eksternal yakni dengan Global Peace Festival Foundation, sebuah LSM internasional yang bergerak dibidang perdamaian. DKM kemudian meluncurkan sebuah acara bertajuk “Young Leader toward Building Global Peace”.

Aku menikmati kebersamaanku dengan semua anggota DKM dan semua kawan-kawanku di Paramadina. Organisasi ini memberikanku keluarga baru di tengah-tengah hiruk pikuk kehidupan kampus.

Kami berasal dari berbagai jurusan, dari berbagai pandangan, tapi karena kami telah punya komtmen pada penghargaan pada pilihan masing-masing, kami tak melihat perbedaan yang berarti. Meskipun tetap saja ada beberapa anak yang memang punya kecenderungan atau tendensi yang terlalu sedikit fanatik, kami semua adalah satu keluarga dalam DKM.

Aku tak membenci mereka yang terlalu fanatik pada keyakinan mereka. Hanya sedikit tak suka, dan bagiku wajar saja. Tapi bukan berarti ada pengecualian di sini. Sebab ketika seseorang telah membuat pengecualian atas sesuatu, lalu menganggap pemikirannya paling benar, maka jadilah ia orang ekstrem.

Tinggal ekstrem-nya yang mana: ekstrem kanan, ekstrem kiri, atau ekstrem tengah? Dan menjadi orang ekstrem itu selalu menjengkelkan. Aku menjengkelkan? Mungkin, sangat mungkin. Ya aku mohon maaf.

Kawan, dalam menjalani kegiatanku bersama DKM, suatu sore aku sedang jalan-jalan di gedung A, gedung paling depan kampus Paramadina.

Waktu itu 5 April 2011, waktu Maghrib telah masuk. Aku berjalan menuju mushalla kampus untuk segera tunaikan kewajiban shalat Maghrib. Aku lihat-lihat mading di sepanjang lorong kampus. Aku iseng-iseng buka internet di HP-ku. Mungkin saja ada notifikasi di facebook yang bisa aku tanggapi sejenak.

“Ah, sepi!” tak ada notifikasi. Punya facebook tak ada notifikasi adalah menjengkelkan. Sumpah, aku jujur saja. Menurutmu?

Aku alihkan perhatianku pada emailku. Klik. Aku dapati satu email masuk. Dan subjectnya adalah: Selected to participate in the 2011 Global Undergraduate Exchange Program.

Aku benar-benar kaget. Ya Allah! Alhamdulillah! Email ini adalah pemberitahuan bahwa aku terpilih dalam program Global Ugrad 2011-2012!

Aku menggila! Tertawa-tertawa sendiri. Aku ingin lompat-lompat, tapi tak kulakukan. Juga aku ingin teriak. Dalam hati kuucapkan segala puji bagi Allah, Alhamdulillah! Ketika itu Pak Very Aziz melintas. Beliau adalah Pembina DKM juga direktur Direktorat Kemahasiswaan dan Pengabdian Masyarakat (DKPM). Aku tunjukkan padanya email yang aku dapatkan.

“Rosyid, selamat-selamat!” katanya sambil menyalamiku. Beliau-lah yang tahu pertama kali kalau aku lolos program ini.

“Terima kasih Pak!”

Aku ambil air wudlu, lalu kutunaikan shalat Maghrib. Malamnya, aku telpon orang tuaku, Tatik Sensei, Bu Prima, dan Bu Iin. Orang Blitar mau ke US.


with lincoln on mac's photo booth
September 2011
Dengan berjalannya waktu, kemampuan bahasaku telah mulai membaik. Aku sudah mulai memiliki cukup teman. Meskipun kadang juga tak mengerti apa yang mereka bicarakan, aku nekad saja. Istilahnya, aku sudah mulai “get along” dengan mereka.

Di beberapa kelas, aku juga mulai mengerti apa yang dibicarakan oleh dosenku. Dari empat kelas yang aku ambil, kelas English Composition tetaplah yang paling sulit dimengerti. Di kelas ini, aku dapatkan teman baru, Lincoln dan Hannan.

Di Fargo ini, aku sering main ke rumah Pak Susilo Hambeg Poromarto*. Ia adalah PhD student di NDSU. Ia telah tinggal di Fargo sejak lima tahun yang lalu bersama dua anaknya, yakni Adlina “Deli” Paramarta** dan Dienul “Deni” Paramarta. Dua tahun lalu Tante Yuni datang ke Fargo. Ia adalah istri Pak Susilo dan ibu Deli dan Deni.

Aku sering main ke rumah mereka dulu ketika masih puasa. Aku sering sahur dan berbuka di sana. Terima kasih banyak Pak!

Kampus NDSU berjalan seperti biasa. Ini masih summer, jadi banyak mahasiswa yang ke kampus hanya memakai celana pendek. Kalau tak salah, aku cuma sekali menggunakan celana pendek ke kampus. Aku tak biasa. I am not used to it.

Aku mulai terbiasa dengan kehidupan kampus, asrama dan transportasi di sini.

Aku punya tiga roommates: Jong-hoon dari Korea, Justin dan Jeff, keduanya anak Amerika. Kami berteman cukup baik. Dari kedua anak amerika ini juga aku belajar banyak tentang bahasa Inggris juga kehidupan mereka di sini.

Masih summer, dan suhu di sini rata-rata 70 sampai 80 derajat Fahrenheit. Panas sekali. Namanya juga summer.

*) Pak Susilo pada Selasa, 13 Desember 2011 telah lulus sebagai doctor bidang pathology dari NDSU
**) Deli telah lulus sebagai bachelor of chemistry dan menjadi commencement speaker pada Sabtu, 17 Desember 2011

21 Desember 2011
Jazz Muhammad (Global Ugrad Indonesia)
Niskanen 78, Fargo, ND, USA


4 comments:

  1. ociiiid, always proud of you everytime reading ur writings ^^
    baik2 di sana ya, enjoy every step you take, every moment you had.
    if you're my little brother I'll definitely give you a big hug, literally :D

    ReplyDelete
  2. sebuah kisah semoga mengispirasimu…

    Di siang bolong seorang Darwis masuk-keluar pasar dengan membawa sebuah lilin ditanganya. Ada yang menegur dia, Apa yang sedang engkau cari? Untuk apa pula menyalakan lilin? Tidak cukuplah cahaya matahari?”

    Darwis menjawab,”aku sedang mencari seseorang manusia”

    Seorang manusia? Pasar ini penuh dengan manusia dimana-mana, siapakah yang kau maksudkan?”

    “seorang manusia sejati. Ia yang mampu pertahankan kemanusiaanya dalam dua keadaan.”

    Keadaan apa?”

    “pertama, dalam keadaan marah, Yang “kedua dalam keadaaan lapar. Bila ada yang mampu mempertahankan kemanusiaanya dalam keadaam itu, maka dialah seorang manusia sejati.”

    “engkau sedang mencari sesuatu yang sangat langka, katakana apa yang kan kau lakukan jika bertemu dengan seorang manusia sejati seperti itu?

    “aku akan mengabdi kepadanya, seumur hidup, untuk selama-lamanya.”

    “sungguh engkau sedang mencari ranting. Kenapa tidak mencari akar? Engkau memperhatikan busa menutupi permukaan laut, kenapa tidak memperhatikan laut.

    Cerita diatas adalah kiasan yang diberikan jalaludin rumi dalam karya fenomenalnya, masnawi, jika membaca cerita diatas, paling tidak ada dua makna tersirat yang bisa kita dapatkan.

    Pertama, manusia sejati adalah manusia yang dapat mengendalikan diri saat marah dan lapar. Bagi rumi, saat mengalami dua hal itulah, manusia terkadang kehilangan kesadaranya. Ketika dilanda marah, biasanya manusia kan membabi buta baik perkataanya maupun perbuatanya. Kata-kata orang marah biasnya ngelantur kesana-kemari, caci maki, hinaan, ejekan, sumpah serapah, merendahkan orang, dan yang sejenisnya yang keluar tanpa control.

    Kedua, kita harus menjadi pelaku atas manusia sejati, kita tidak perlu mencari manusia sejati, tetapi kita jadikan diri kita sebagai manusia sejati, rumi mengatakan di akhir ceritanya,”sungguh engkau sedang mencari ranting. Kenapa tidak mencari akar? Engkau memperhatikan busa yang menutupi permukaan laut, kenapa tidak memperhatikan laut?”

    ReplyDelete
  3. Selamat malam Kak Jazuli, tulisan kakak menginspirasi saya. Perkenalkan sebelumnya saya Dede saya sangat berminat mengikuti Global UGRAD saat ini saya sedang melengkapi dokumen-dokumen aplikasinya. Tapi saya masih bingung terkait form surat rekomendasi apalagi berdasarkan pemaparan kakak di atas, kakak yang sudah diwawancara pun masih dimintai perbaikan surat rekomendasi.Menurut kakak seberapa pentingkah surat rekomendasi itu? Jika Kakak tidak keberatan, saya ingin bertanya bagaimana form surat rekomendasi yang benar? Mohon bantuanya Kak dan terima kasih sebelumnya. Salam kenal :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hi Dede! salam kenal juga. Ohya, untuk surat rekomendasi, aku rasa itu sangat penting. Kau bisa minta ke guru dan dosen yang dekat. formatnya tak terlalu susah. cuma tulis saja bagaimana penilaian mereka terhadapmu lalu diawali dengan "to whom it may concern"

      Well, good luck dede!!!

      Delete