Saturday, March 13, 2010

Melawan Tirani

"Kalau tak lolos, bisa habis kita. Tak bisa kita lihat masa depan." Ancam Tejo.
Pagi itu kami sudah ramai. Padahal rutinitas belum mulai. Tapi kelompok ini sudah kelimpungan.
Kami akan menghadapi ujian besar, bisa juga berarti bencana. Oh, bukan. Ini jalan masuk ke apa yang kami sebut masa depan. Sebuah masa yang masih menjadi mimpi.

Tejo adalah ketua kelompok ini. Aku salah satu anggotanya. Ada yang lain, banyak. Kami sedang merumuskan cara terbaik untuk lolos dari ujian itu. Karena pilihannya dua. Kalau lolos, kami akan on step away, tapi kalau gagal, oh, aku tak tega mengucapkannya, kami akan meringkuk terpenjara lemas di kampung halaman.

Pagi itu beberapa anggota telah datang. Rumusan strategi harus segera dipecahkan. Tejo agak terlihat pusing. Bagaimana tidak, anggota setianya, Coki, belum juga datang. Aku sudah ada di situ sebenarnya. Tapi aku cuma kacung yang bisanya ngrecoki saja. Otak komplotan ini ada pada Tejo dan Coki.

"Sori, Jo, telat...hehe, biasa, nunggu mami masak!" Selosor Coki sambil gegas masuk kelas.

"Sialan...! Kami sudah tunggu lama, eh bilang seperti itu..., " tandasku dalam hati.

"Ah kau, cepat-cepat!!!" Sambung Tejo.

Kelompok ini punya sekretaris setia, Dewi. Perempuan paling unik di kelas. Rambutnya ikal, tapi suatu saat di rebonding, "Waaaa...gila-gila, what amazing, sungguh "luar binasa"..!" itu seloroh seluruh anggota, ketika dewi masuk ruangan sehabis rebonding.

Tejo yang menggawangi kelompok ini. Ia beri nama "Rolasipasiji."
****

"Cok, ada ide?" tanya Tejo agak geram.

"Hmm...tunggu, kita akan hadapi penjaga yang biasa saja yo, jadi tenang saja."

"Eh, bagaiman bisa? Ah serius, Cok!"

"Aku serius, kau tak tahu kan siapa yang jaga? Aku tahu, mereka adalah penjaga tahun lalu. Dari MAN. Menurut track record-nya, mereka akomodatif, Jo. Ya cincai lah."

"Oke, apa taktikmu?"

Kedua petinggi rolasipasiji itu sedikit berdebat, tapi tujuannya satu. Semua anggota komplotan ini harus lulus. Lulus ujian nasional. Sekarang Kau tahu kan apa aku sebut sebagai bencana?

Jadilah dibentuk tim khusus. Tapi anggotanya sudah bisa ditebak, Tejo, Coki dan Dewi. Kelompok istimewa ini akan merumuskan strategi terbaik menaklukkan supervisi penjaga ujian serta membagi-bagikan jawaban secara massal. Kami tak ingin ada satupun anggota yang tertinggal, jadi harus lulus semua.
****

Esok hari, semua anggota rolasipasiji berkumpul sehabis kelas.

"Kawan-kawan semua, kita harus lulus seratus persen. Kata orang bijak berbohong itu masuk neraka, tapi kali ini kita tak punya pilihan. Aku tak mau ada yang tinggal. Maka, kami tawarkan sebuah strategi." Tejo berpidato di depan kelas. Lagaknya sudah kayak Bung Karno saja.

Lalu Dewi menyahut, "Jadi temen-temen, berdasarkan rembug, dan beberapa ide "gila" Coki, maka kami memutuskan kita pakai cara ini." Dewi menyebut kata "gila" dengan mengacungkan dua jari malu-malu dari dua tangan bersamaan sambil menggerakkan ujungnya ke atas ke bawah. Ia cekikian. Kami apalagi, terbahak-bahak melihat tingkah laku dan cekikiannya Dewi.

Dewi menunjuk coki. Bergegas Coki mengeluarkan hp dan langsung bersilat lidah, "You-you kan punya hp. So, siapkan saja. Nah, Tejo akan kirim jawaban ke semua teman. Mengerti?"

"Belum, belum jelas.." Aku berseloroh

"Oke-oke, nanti Tejo dan aku akan bertukar jawaban. Nanti dengan sms, I sama Tejo akan sebar itu ke nomor kalian. Oya nanti daftarkan nomor you ke Dewi. Nanti kami akan group-kan." Jawab Coki.

"Kalau nanti ketahuan bawa hp?" Aku balik tanya.

Akhirnya Tejo menyuara, "Tenang. Aku sudah punya dua cara. Pertama kita kasih majalah atau koran di meja pengawas. Biar mereka lengah. Kedua, simple. Sembunyikan hp baik-baik."

"Plok...plok...plok...".

Kelas bergemuruh mendengar taktik itu. Ini modus baru. Kalau yang dulu-dulu pakai kertas lalu disembunyikan di toilet. Sungguh konvensional.
****

Dua tahun lalu, kami sekelas, dua belas ipa satu (rolas-ipa-siji) lulus seratus persen. Strategi berjalan baik, dan sukses tentunya. Curang? Kami jawab "Ya", absolutely "Ya". Tapi kami terdesak, oleh regulasi UN yang tiranik.

Tapi sungguh kami tak anjurkan kau mencontohnya. Lupakan saja. Semoga UN tak lagi tiranik. Namun, itulah sejarah kami. Sejarah rolasipasiji.(*)


sumber gambar bisa dilihat dengan klik gambar tersebut (istockphoto.com)


8 comments:

  1. hehehe......
    wah wah gimana kalo guru2 dulu baca tulisan ini ya?hehehehe

    ReplyDelete
  2. aduh kang, habs baca ini luakan saja apa yang akang baca
    hehehe..sekedar intermezo...

    ReplyDelete
  3. Hmm...ketauan nih!..hehe..
    Pihak tekait pasti baca kok tulisan ini..hehe..

    Ya, itulah dampak UN...mengabaikan hakekat pendidikan...
    Kami yang baru bisa bergerak di area "mikro"..terlalu lelah untuk mikirin yang namanya "kebijakan yang di atas"...
    Jadi...cukup lakukan apa yang benar dan bisa kami lakukan dari hal yang kecil..

    Semoga kami tetap pada jalur yang benar...

    ReplyDelete
  4. "Semoga kami tetap pada jalur yang benar..."
    kang Ugi, semoga kami bisa memenuhi pernyataan itu......

    ReplyDelete
  5. Mantrp nih!
    Kunjungan Pertama...hehehehe....

    http://www.lostphobia.blogspot.com

    ReplyDelete
  6. ke ingetan waktu ikut ujian tahun lalu neh

    un bikin pusing lo masa waktu belajar 3 tahun dipertaruhkan 4 hari

    ReplyDelete
  7. buat iyam,
    Okeh2 aku udah mampir. tapi kok komen g bs ya?

    buat Agung
    ya ini tulisan seain buat inget2 juga buat pesan ke pemerintah..hehe

    ReplyDelete
  8. yang kemaren dah di posy blum?
    yg ktemu ma cewe di busway?

    ReplyDelete