Sunday, March 14, 2010

Pasar Tradional “Dijepit” Pasar Modern

Kompas (15/4) memberitakan dalam artikel berjudul Pasar Tradisional Terjepit, bahwa gurita ekspansi ritel-ritel modern telah mengancam eksistensi pasar tradisional.

Dari rentang 3003-3008, jelas perkembangan pasar tradisional kalah telak dengan yang modern. Pasar modern hanya stagnan sementara ritel-ritel modern, seperti minimarket, mencatat angka perkembangan spektakuler yakni 254,8 persen.

Tentu, omzet ritel modern ini terus meroket, sementara omzet pedagang pasar tradisional terus tergerus. Di Yogyakarta, dari tahun 2006, omzet pedagang tradisional telah turun 35 persen.
Menurut ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanata, regulasi pemerintah terkesan melonggarkan ekspansi “menjepit” tersebut. Menurutnya, regulasi pemerintah terlalu terbuka.

Pembeli Dihargai
Sebenarnya kalau mau melihat regulasinya, telah banyak regulasi yang dibuat pemeritah. Kompas mencatat bahwa ditingkat pusat saja telah ada 10 regulasi.

Mulai dari mulai dari Keppres No 118 Tahun 2000 tentang Perubahan dari Keppres No 96/2000 tentang Sektor Usaha yang Terbuka dan Tertutup dengan Beberapa Syarat untuk Investasi Asing Langsung hingga yang terbaru, yaikni PP No 112/2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern dan Permendag No 53/2008 tentang Pedoman Penataan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.

Aturan boleh banyak, tapi sepertinya implementasi dilapangan masih lemah.

Masalah utamanya sebenarnya budaya masyarkat Indonesia yang mulai bergeser. Mereka mulai memilih pasar modern menjadi tujuan belanja ketimbang yang tradisional. Di tengah budaya tersebut, aturan macam apapun akan ompong melompong tak bertaji. Masyarakat lebih cenderung mengikuti mainstream ketimbang mengikuti regulasi. Bak jatuh ketimpa tangga, malang benar nasib pasar tradisional.

Padahal, di pasar tradsional-lah hukum ekonomi paling mendasar yakni hukum supply dan demand terwujud. Sistem tawar menawar yang terjadi menimbulkan efek taransasksi harga yang sebenarnya.
Selain itu, pembeli akan lebih dihargai karena menghadapi pedagang yang nota bene sama-sama manusia. Kalau di minimarket, yang dihadapi ya barang itu saja.

Butuh Sinergi
Sebenarnya regulasi memang diperlukan, tetapi menurut saya, pembenahan serta pengarahan berbasis budaya lebih diperlukan. Masyarakat seharusnya kembali digiring berbelanja di pasar tradisional. Hal ini tentu menuntut pembenahan di pasar tersebut.

Selama ini, masyarakat memerlukan tempat belanja yang bersih. Hal inilah yang agaknya masih jauh panggang dari api. Pasar tradisional terkesan kotor dimana-mana. Betapa tidak membuat orang segan dan enggan ke sana?

Selain itu, masih ada saja perilaku buruk pedagang. Sering dijumpai pedagang tradisiona yang nakal dengan menjal barang yang sudah rusak. Dengan berilat lidah, merk aberudaha mengelabui konsumen.

Ada juga budaya menthung. Kalau ada konsumen baru, maka harga tinggi akan dikenakan secara membabi buta.

Pedagang tradisional masih memiliki mindset keuntungan jangka pendek. Dalam ilmu marketing, perilaku semacam ini akan menganggu keberlangsungan usaha. Konsumen yang dikecawakan akan menyampaikan keburukan pedagang pada orang lain. Jumlanya bisa puluhan. Bayangkan kalau yang dikecawakan adalah sepuluh orang, maka sekitar seratus pelanggan telah hilang.

Akhirnya, tetap sinergi dari pemerintah dan pedagang pasar tradisonal harus dikedepankan. Upaya pembenahan harus segera dilakukan. Keunikan pasar tradisional agaknya penting untuk dipertahankan. Karena mungkin itu salah satu identitas bangsa ini.(*)



tulisan ini juga dimuat di kompasianaku


*sumber gambar bisa diklik langsung pada gambarnya


11 comments:

  1. iya tul bro...

    skrg lebih seneng ke market yg gede drpd ke tradisional...tapi kalo istriku tetep setia ke tradisional bro...seni tawar menawarnya itu yg bikin asik..hehehe

    ReplyDelete
  2. lagi2 masalah bisnis , kalo dah ketemu yg lebih gede yg kecil2 di gencet...... sebaiknya di seimbangkan biar tidak ada yang di rugikan, sama2 cari rejeki

    ReplyDelete
  3. Pasar tradisional masih diperlukan....hal kecil yang bisa kami lakukan adalah mengajak anak2 ke pasar tradisional saat pembelajaran tentang tema pasar.

    Seru dan lucu..pasti ada saja dari mereka yang 'merengek dan mengeluh', kok gini sih, kok kotor sih, iihh becek, aku gak mau ke sini lagi, kotor!!.. baru deh pulang field trip kami diskusi lagi soal kelebihan dan kekurangan pasar tradisional. Selama ini anak2 kan paling sering diajak belanja ke mall2...

    Hehe...maaf komentarnya kepanjangan..lagi gak sempet posting jadi posting disini aja..hihi...

    ReplyDelete
  4. hahaha jadi inget saya pernah kebagian tugas presentasi tentang pasar modern vs pasar tradisional yang sungguh memancing berbagai pendapat dan perdebatan..

    memang aturan macam apapun yang sudah dibuat ya sulit jika dipadu padankan dengan budaya yang sudah ada..dan budaya yang terbentuk setelah kenyamanan yang diciptakan.

    kalo saya masih suka kepasar tradisional, murah, banyak makanan tradisional yummy...dan kadang cuma jalan doank liat2 ambil foto aja

    ReplyDelete
  5. wah komennya banyak2, makasih2

    buat kang tariq:
    tetep setia nih sama pasar tradisional. hehe jaga istri yang baik2 ya kang....

    buat kang richo:
    iya kang, yang miskin makin miskin nih. ayo kita berantas kemiskinan, bukan berantas orang miskin..

    buat kang Ugi:
    ide menarik kang. ajak semua anak kecil biar tahu tradisi bangsanya. nantinya toh merek ajuga yang untuk. meski demikian, koreksi tetap harus ada dipihak pasar tradisional.

    kondisi konsumen senantiasa berkembang. nah inilah yang agaknya lalai diimbangi oleh pelaku-pelaku pasar tradisional

    buat teh maiank:
    hehe jadi udah pernah ngebandingin ya..hehe baguslah kalau gitu
    aku ada teman yang konsern ke hal2 semacam ini

    ReplyDelete
  6. Lha terus kalo' menurut sampean pribadi, yang cocok untuk memajukan kota blitar di bidang perdangangan seperti apa..??????

    1. Mendirikan pasar2 moderen (mall, supermarket dsb) dg konsekuensi anda akan menggusur pedagang2 kecil (ky' kawulo2 alit seng dodolan jajan nang pasar Legi..hehehe)....

    2. Tetap dg pasar2 tradisionalnya....

    3. Punya pendapat sendiri...??????????

    ReplyDelete
  7. buat irkam
    memang tak bisa kita elakkan bahwa keberadaan pasar modern memang kadang diperlukan. sebagian APBD memang bersumber dari pajaknya.

    meski demikian, penentuan lokasi harus menjadi perhatian. selain itu masyarakat juga harus diberikan pengertian bahwa eksistensi pasar tradisional seperti pasar legi adalah penting.

    pengenalan peran pasar tradisional mesti sejak dini. agar warga mengerti bahwa pasar tradisional perannya strategis sekali.

    ReplyDelete
  8. sebenarnya pasar tradisional itu tetap dibutuhkan, hnya kadang penjualnya suka menjual barang2 yg udah daluwarsa. dan, kalo ditawar suka marah2. makanya lebih suka ke supermarket.

    ReplyDelete
  9. itulah teh cerpenis

    ayo kita lakukan pembenahan buat mereka

    ReplyDelete
  10. thakyou jazz..tulisannya membantu banget..:).

    ReplyDelete