Saturday, May 1, 2010

Keperluan Perubahan Paradigma Pendidikan Tinggi di Indonesia

Saat ini, dunia pendidikan tinggi Indonesia diramaikan oleh 4,3 juta mahasiswa dengan 155.000 dosen, yang tersebar pada 82 universitas negeri dan 2800 perguruan tinggi swasta. Melihat angka tersebut, sepertinya terbuka lebar kesempatan bagi siapapun untuk menikmati akses pedidikan tinggi di negeri ini.

Namun, dalam konteks kekinian, perihal melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi agaknya sedikit dilematis. Betapa tidak? Dalam benak pihak yang berkepentingan, dalam hal ini siswa, guru, dan orang tua, keinginan mendapatkan tempat belajar yang terbaik tentu menjadi prioritas. Akan tetapi, keinginan itu kini dihadapkan dengan berbagai realitas yang kompleks.

Keinginan yang kuat untuk memeroleh tingkat kemampuan akademis yang lebih tinggi dihadapkan oleh kemendesakan (urgency) untuk lekas berbenah dari social disaster yakni kemiskinan, sebuah kenyataan sosial yang menjadi musuh baru pembangunan bangsa. Jumlah pengangguran di Indonesia yang masih tinggi yakni sekitar 8%, menimbulkan keperluan untuk bergerak semakin cepat.

Selain itu, wacana otonomisasi perguruan tinggi, utamanya yang negeri, semakin mengusik. Perguruan tinggi yang dulu di subsidi penuh, kini harus menjalankan operasinya dengan mandiri. Artinya pendanaan harus dipenuhi dari “kantong pribadi” perguruan tinggi tersebut. Bagi yang swasta, hal ini tak berpengaruh. Tetapi bagi yang negeri, hal ini tentu agak menyesakkan, baik bagi perguruan tinggi maupun mahasiswanya.

Meski demikian, perguruan tinggi tak boleh terjebak dalam pola perdagangan jasa pendidikan. Perguruan tinggi jangan sampai memosisikan dirinya sebagai penjual jasa pendidikan dan mahasiswa adalah pembelinya. Maka hubungan transaksional berbasis material memang dirasa perlu ditolak. Di awal, tentu perguruan tinggi akan terbebani, tetapi pada proses selanjutnya, kemandirian dalam hal pendanaan menjadi sebuah keniscayan. Ini menjadi tantangan bagi pihak terkait untuk mencari sistem pendanaan yang alternatif, tentu bukan membebankan pada mahasiswa.

Masih Buah Mentah
Hal semacam ini  menjadi semacam pilihan yang sulit, semacam dilema sosial. Di satu sisi, Indonesia butuh memperbaiki taraf pendidikan masyarakatnya, tetapi di sisi lain infrastruktur sosialnya tidak mendukung.

Sementara perguruan tinggi di Indonesia belum terlihat mampu memberi solusi akan masalah itu. Perguruan tinggi masih memberikan buah mentah pada bauran masalah (problem mix) di masyarakat. Mahasiswa jarang yang memiliki kemampuan tepat guna serta cepat guna untuk terjun dalam masyarakat. Sementara masyarakat butuh sekali solusi-solusi kreatif-praksis nan cepat dalam menangani masalah-masalah terkini.

Kini, tentunya, harus ada perubahan. Perubahan atas kondisi pendidikan tinggi di Indonesia. Menurut penulis, perlu perubahan cara pandang mengenai peran perguruan tinggi. Ada sebuah urgensi perubahan paradigma atas pendidikan tinggi di Indonesia ini.

Kebanyakan orang kalau diberitahu apa itu perguruan tinggi terbaik, maka jawaban yang muncul adalah perguruan tinggi favorit Indonesia seperti UI atau mungkin juga ITB. Apa salah? Tidak. Tapi pandangan itu pada konteks hari ini perlu dicermati kembali.

Masa depan bangsa ini tentunya akan dititipkan pada kaum muda. Merekalah lapisan sosial paling berpeluang untuk ikut andil dalam menentukan nasib bangsa di masa depan. Maka, membekali mereka dengan informasi dan pengalaman terbaik adalah keniscayaan. Salah satu jalan yang bisa ditempuh adalah pengoptimalisasian peran perguruan tinggi.

Tiga Syarat
Perguruan tinggi yang bisa menyiapkan kaum muda terbaik Indonesia tentulah, bisa disebut, perguruan tinggi yang terbaik. Tetapi, memandang istilah perguruan tinggi terbaik harus secara komprehensif. Bagi penulis, tiap perguruan tinggi memiliki potensi untuk menjadi terbaik, asal bisa mencetak kaum muda terbaik untuk bangsa.

Mengacu pada pandangan Anies Baswedan, Rektor Universitas Paramadina, perguruan tingggi terbaik selayaknya memberi mahasiwanya tiga syarat. Pertama, akses informasi-informasi akdemis (academic) yang penuh. Artinya, mahasiswa sebagai kaum muda, harus mendapatkan pengetahuan akademis yang komprehensif. Tidak berat sebelah, tapi multidimensi, multiperspektif. Mahasiwa harus mendapatkan akses keilmuan yang menyeluruh.

Kedua, mahasiwa selayaknya mendapatkan akses jaringan (network) yang seluas-luasnya. Mahasiswa harus dikenalkan oleh dunia luar yang riil. Hal ini tentu sangat penting karena dengan network, mudahlah terbentuknya peluang-peluang baru dalam mengembangkan potensi.

Ketiga, mahasiswa harus disilakan untuk mencicipi masa depan (taste the future). Kaum muda itu, yang ditawarkan kepada bangsa ini adalah masa depan. Maka, gambaran-gambaran masa depan harus bisa didapatkan di perguruan tinggi. Perguruan tinggi terbaik seharusnya menanamkan mindset optimisme pada mahsiwanya. Optimisme inilah yang akan membangun kesadaran kolektif kaum muda untuk terus membangun bangsa.

Dengan begitu, jelas sudah, bagaimana perguruan tinggi terbaik itu, sebuah perguruan tinggi idaman para kaum muda negeri ini. Semua perguruan tinggi bisa melakukannya, baik negeri maupun swasta. Maka, masalah saat ini bukan lagi mana yang harus dipilih antara negeri dan swasta, tetapi apa mimpi masa depan yang ingin diraih oleh kaum muda bangsa ini. Perguruan tinggi harus dipahami sebagai jalan menuju ke mimpi itu. Tujuan hidup itu masa depan. Perguruan tinggi adalah jalan mencapai ke sana.

Emerging University
Di Indonesia telah banyak universitas swasta yang telah memiliki kualitas baik. Apabila di Jakarta, terdapat Universitas Pelita Harapan, Universitas Paramadina dan Universitas Bina Nusantara. Di Jogja terdapat Universitas Islam Indonesia. Dan juga di Malang terdapat Universitas Mauhammadiyah Malang. Masih banyak lagi universitas swasta yang menunjukkan kualitasnya di negeri ini.

Universitas inilah yang bisa disebut sebagai emerging university di Indonesia. Universitas in berupaya menyeruak muncul dipermukaan persaingan kualitatif dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Namun, jangan sampai paradigama yang negeri-centered memendam potensi mereka.

Perguruan tinggi harus dipahami sebagai jalan bagi mimpi mahasiswanya. Perguruan tinggi adalah tempat permainan akademis-kulaitatif dan pemain utamanya adalah mahasiswanya. Perguruan tinggi adalah jalan mencapai ke mimpi tersebut. Dalam konteks hari ini, apapun statusnya, semua memiliki peluang untuk menjadi universitas terbaik di negeri nusantara ini.

Kalau mau jujur, di masa depan, sebenarnya kompetisi bukanlah terjadi antarsesama mahasiswa Indonesia. Tapi kompetitor sebenarnya adalah mahasiswa yang datang dari luar negeri. Mereka membawa kecerdasan intelektual yang berkualitas serta didukung jejaring internasional yang luas. Kalau mahasiswa di dalam negeri masih memasalakan antara negeri atau swasta, maka yang terjadi adalah misleading atas tujuan yang ingin tercapai.

Nilai-Nilai
Di tengah pertarungan di segala bidang yang semakin kompetitif, maka kemampuan untuk mandiri tentu sangat dibutuhkan kaum muda bangsa ini. Di sinlah urgensi penanaman nilai-nilai kewirausahaan (entrepreneurship) pada mahasiswa harus dicermati. Mahasiswa harus bisa menjadikan dirinya berada dalam tahap kemandirian. Karena, kemandirian ini nantinya yang akan menjamin bangsa ini menjadi bangsa yang besar di masa depan.

Selain itu, mahasiswa juga harus memiliki nilai kepemimpinan (leadership) dan etika (ethic). Mahasiwa harus berani menjadi pemuka masyarakat yang setiap waktu siap dimintai keputusan. Kaum muda harus bisa tegas dalam bertindak menghadapi masalah yang menghadang. Meski demikian, mahasiswa tetap harus punya nilai. Inilah peran nilai ethic.

Mahasiswa tetap bebas berpendapat dan beraksi, tapi etika memberikan koridor dengan arah terbaik. Tentunya bukan bermaksud membatasi, tetapi menjadikan setiap aksi menjadi fokus pada tujuan bersama bagi bangsa.

Akhirnya, perguruan tinggi seharusnya menciptakan mahasiswa yang siap dan kompetitif. Perguruan tinggi sudah seharusnya bisa mencetak generasi penerus bangsa yang penuh optimisme. Generasi muda yang punya visi jauh ke depan akan nasib bangsa, sebuah generasi yang siap menjadi agent of change.

Oleh karena itu, perguruan tinggi sudah harus bersiap menciptakan generasi muda yang memiliki daya intelektual yang berkualitas. Generasi muda yang mampu berpikir sistematis dan analitis. Kaum muda yang secara cerdas mampu menangkap fenomena di masyarakat lalu mengesktrasikan sebuah pandangan dan aksi yang solutif-kreatif.

Kaum muda didikan perguruan tinggi juga secara sosial harus memiliki pengaruh. Ilmu-ilmu yang didapat di perguruan tinggi harus bisa diimplementasikan secara praktis di masyarakat. Kaum muda ini sudah saatnya menanamkan pengarunya di masyarakat. Pengaruh soutif konstruktif tentunya. Dengan demikian, ilmu yang didapatkan tidak mandeg dalam wacana saja. Karena masyarakat butuh solusi yang cepat dan praktis. Bukan wacana-wacana yang malah mebuat masalah makin rumit.(*)

Sumber Bacaan
1. Pidato Anies baswedan pada Wisuda Paramadina, 3 Oktober 2009
2. Hartiningsih, Maria. “Kesantunan Anies R Baswedan”. Kompas, 21 Juni 2009
3. “Anies Baswedan: Isu Pentingnya Bukan Lagi BHP!”. Kompas.com, 18 Januari 2010
4. Irwandi. “Tantangan Pendidikan Tinggi di Indonesia”. http://www.dikti.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=224&Itemid=13

Tulisan ini ditulis dalam rangka memeringati Hari Pendidikan Nasional dan dikutsertakan dalam lomba blog UII.

Ini merupakan tulisan kedua. Tulisan pertama bisa dilihat di sini.



*sumber gambar bisa diklik langsung pada gambanrnya  




33 comments:

  1. bacaan cerdas.. ^______^ tulisan inspiratif..

    selamat hari pendidikan... ^______^

    ReplyDelete
  2. Mampir dulu aja..
    Komennya nanti, takut jadi nge-blog lagi..haha..

    Semoga Hari Pendidikan Nasional tahun ini lebih bermakna dan membawa angin perubahan bagi dunia pendidikan..

    ReplyDelete
  3. tulisan yang hebat euy, moga menang deh :)

    ReplyDelete
  4. ckckckckckk
    salut deh buat mahasiswa pak Anis ini,
    membanggakan...
    aku kasi jempol 2 dari tangan. kalo dari kaki juga malah nggak sopaaaan wkwkwkwww.

    semangat ya Jazz!!!Pemuda langka..wkwkwkww

    ReplyDelete
  5. buat teh Fanny:
    ya deh met hari minggu hehehehe

    buat kang waroeng:
    heheh iseng2 kang, pas bisa mikir nih...

    ReplyDelete
  6. buat teh maiank
    makasih2 atas jempolnya..
    ckckckck......

    ReplyDelete
  7. Insya allah tulisan ini dapat membuka wawasan..dan perlahan tapi pasti mengubah paradigma "negeri dan swasta",

    Yang terpenting adalah..setiap perguruan tinggi mampu mengakomodasi mahasiswanya menjadi "agent of change"..

    Nice posting...good luck buat kompetisi blognya...semoga bisa terus menjadi agent of change..

    ReplyDelete
  8. kebetulan bgt, mbak lg cari bahan buat bikin artikel pendidikan.
    met hardiknas y mahasiswa indonesia!

    ReplyDelete
  9. buat kang Ugi:
    yap semoga kang...
    semoga bisa memberi kontribusi pada dunia pendidikan tinggi Indonesia, meski sedikit.

    yap, jadi agent of change
    sip2

    ReplyDelete
  10. Setuju....
    Mahasiswa harus bisa mewujudkan tri dharma perguruan tinggi. Tapi perubahan itu kita mulai dari mana? Apa langkah pertama kita?

    ReplyDelete
  11. wah ulasannya buanyak plus keren, klo menang bagi2 ya heheh...

    btw daun mint beberapa supermaket ada kok, klo pasar tradisional jarang bahkan sulit. coba de ke supermaket besar, sambil jalan2 :)

    ReplyDelete
  12. buat teh maya:
    selamat juga teh

    ReplyDelete
  13. buat bejo:
    mulai dari mana saja, tapi yang jelas dimulai dari hal yang kecil....ngga usah muluk2 ya banyak baca lah, berbagi lah, meneliti lah dan lain2

    buat kang richo:
    hehehe bagi apaan nih..hehe
    oya nanti aku coba yang kang...

    ReplyDelete
  14. salam kenal juga kang mari
    ini mau mammpir.

    ReplyDelete
  15. wow..padat dan panjang
    btw
    maafkan aku mas, dah lama banget gak silaturahim.....
    hari ini silaturahmi lagi...mudah2an gak dilupain..hehehehe

    ReplyDelete
  16. buat kang tariq:
    hehe padat tapi tak berisi yah? heheh
    wah g papa mas..sip2

    ReplyDelete
  17. ada ko jazz, di bawah vote blog

    iya, udah aku ilangin tu vertifikasi katanya
    makasih sarannya Jazz

    ReplyDelete
  18. tulisannya mantap mas

    memang pendidikan di Indonesia harus dibenahi ga hanya universitasnya aja tapi pendidikan s3 nya juga(sd,smp,sma ato sederajat)

    selamat hari pendidikan nasional

    ReplyDelete
  19. ngedoain aja neeeh mudahan artikel ini bisa menang dalam lomba

    ReplyDelete
  20. tulisan yang bagus, Syid. Moga2 menang lomba yha.

    Btw kalo di M'sia ini orang mo kuliah bisa pinjem loan ke Kerajaan. Tar kalo dah gawe baru deh loan dikembalikan, dengan cara dicicil (dipotong dari gaji)

    ReplyDelete
  21. ajeeeeeeeebbb...
    sukses buat kontesnya ;)

    ReplyDelete
  22. buat kang aulawi:
    hehe maksih kang...iseng2 ini

    buat agung:
    ya ya bener2
    S3 juga harus dibenahi...

    ReplyDelete
  23. buat kang santet:
    sssiplahh...

    buat teh susan:
    OOoo..baru tahu, ada ya sistem pinjem2 kayak gitu..
    maksih2 atas infonya

    buat genial
    ajjeeeb daaahhhh

    ReplyDelete
  24. wah sippp, pendidikan dini juga harus dibenahi kalo mau pendidikan indonesia maju :)

    ReplyDelete
  25. salut dgn tulisanmu sobat ^^

    muda dan begitu positif terutama dalam hal pendidikan,ayoo generasi muda buktikan... :)

    ReplyDelete
  26. oh great..tulisan yang inspiratif..universitas yang bagus kalo menurutku sih universitas yang mencetak kaum muda sebagai penerus generasi muda yang berdaya guna, kreatif, berjiwa pemimpin.
    hehe..itu lo menurutku
    tapi jarang ya yang kayak gitu..ckck

    ReplyDelete
  27. buat teh senja:
    ayoo generasi muda!!! bangkt dan taklukan kebodohan!!

    buat teh restry:
    ya teh masih jarang..ayo kita yang isi kekosongan posisi ini...!
    (weleh2 kayak apa aja aku kalau ngemeng..sip2)

    ReplyDelete
  28. mampir lagi sebentar. baru pulang nih

    ReplyDelete