Friday, January 15, 2010

Sedikit-Sdikit Akhirnya Jadi Jurang (Bukan Bukit)


Sedikit saja..
Ngga apa-apa kok
Ngga bakal ketahuan..

Saya sebenarnya agak sedih kalau banyak orang mneyebutnegara kita ini adalah negara korup. Apalagi, yang mengucapannya adalah anak bangsa sendiri. Mereka seringkali melontarkan pernyataan kalau negaranya sendiri menjadi sarag karuptor. Eits….Kadang saya sih juga begitu juga..

Kata anak Jakarta, habis loe mau gimana lagi? Saya bingung juga. Sedih, tapi memang itu realitasnya. Ada KPK, ada Polisi, ada Kejaksaan, dan lain-lain, tapi angka korupsi Indonesia tetap begitu tinggi. Dari pejabat tinggi sampai tukang parkir pun ikutan korupsi. Tidak laki tidak perempuan sama saja.

Saya kira permasalahan ini berawal dari kebiasaan menyepelekan hal-hal kecil. Mengambil uang rakyat sedikit saja dipikir tak apa-apa. Kamu tentu sering mendengar percaapan di awal tulisan ini. sedikit saja, ngga apa-apa kan? Kebiasaan megambil uang sisa pelaksanaan kebijakan dianggap tak apa-apa. Pungutan liar dianggap hal yang lumrah. Huh…..


Masalahanya hal itu terjadi berulang-ulang. Sekali, dua kali, tiga kali seterusnya. Cuwilan-cuwilan uang yang diambil semakin banyak. Apalagi, yang punya pikiran itu bukan satu orang, tapi banyak orang, kadang berjamaah lagi. Pengli dari bawahan disetor ke atasan, terus ke atasnnya lagi dan seterusnya, hm…sampai presiden kali ya? Maaf.

Dalam hal ini, sepertinya bahasa sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit harus diubah. Menjadi, sedikit-sedikit menjadi jurang. Habisnya, yang sedikit bukan nabungnya, tapi ngeruk-nya!

Saya teringat sebuah cerita yang mirip dengan fenomena semacam itu.

Dikisahkan disebuah desa, seorang kepala desa ingin mengmpulkan madu dari masyaraktnya. Ia meminta setiap orang untuk menyumbangkan madu se-sendok per kepala. Madu itu harus dibaa malam hari ke atas bukit.

Sang kepala desa meletakkan sebuah ember di sana. Ada seorang pemuda yang berpikiran lain. Ia tak akan memberikan madu. Ia bawa air biasa. Ia berpikir, “Toh, satu sendok air ini tak akan memengaruhi madu itu.” Ia berpikir bahwa madu-madu dari orang lain jauh lebih banyak dan air tawar yang ia bawa tak akan memberikan efek.

Malam harinya ia benar-benar membawa air saja. Setelah selesai, ia pulang dan istirahat.
Esok hari sang kepala desa meninjau hasil pengumpulan. Tapi, ia terperangah. Tak bisa berkaa-kata (ah, lebay loe..). Yang ia temukan adalah seember air, bukan madu. Tak ada bau madu sama sekali. Anda tau pemirsa…Ternyata semua orang berpikiran sama denga si pemuda tadi.

Cerita itu, mungkin, meruakan ilustrasi buat negeri ini. Terlalu banyak yang berkorupsi. Kalau dilihat individu perindividu, nilainya memang kecil, tapi kalau diakumulasikan, ya jadi banyak juga.

Pungutan-pungutan yang ada di instansi-instansi, terutama yang punya pemerintah, memang sedikit. Tetapi hal itu terus berulang dan terjadi di sebagian besar instansi. Yang sedikit itu pun jadi banyak juga. Jurang korupsi pun semakin dalam.

Saya tidak berusaha sok yes dengan tulisan ini. Saya mengingatkan saya pribadi dan kamu semua. Korupsi itu sangat berbahya. Masih banyak orang yang tak beruntung daripada kita. Bagi yang korupsi, mungkin tak pernah memikirkan bagamana akan makan besok. Tapi bagi rakyat kecil, untuk makan esok hari, mereka mash harus memutar otak. Hmm… mbok ya dari pada dikorupsi, uangya disumbangkan aja…(Heh..enak aja..)

Mari yang sedikit sedikit menjadi jurang itu kita kembalikan lagi menjadi bukit. Buat apa juga korupsi, kalau yang lain malah susah. Negara ini kan butuh kemamuran bersama, ya ayolah……!

Tulisan ini, selain sebagai tulisan lepas, juga diikutsertakan Djarum Black Blog competition Vol. 2. Event ini diadakan oleh PT Djarum yang memproduksi Djarum Black Menthol dan Djarum Black Slimz.



*sumber gambar bisa diklik langsung pada gambanrnya


nikamti tulisan ini juga di http://www.kompasiana.com/jazzmuhammad

1 comment: